Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak yang Sering Terpapar Polusi Lebih Mungkin Alami Masalah Mental

Kompas.com - 30/04/2021, 18:34 WIB
Maria Adeline Tiara Putri,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menghirup udara yang tercemar polusi dapat berbahaya bagi kesehatan. Tak hanya kesehatan fisik, tapi juga berpengaruh ke kesehatan mental.

Penelitian baru menyebut, anak-anak yang terpapar polusi udara mungkin berisiko mengalami penyakit mental di masa dewasa awal.

Para peneliti melakukan analisis data terhadap orang dewasa muda di Inggris untuk melihat kaitan antara polusi udara dengan kesehatan mental.

Ternyata, mereka yang terpapar polusi udara selama masa kanak-kanak dan remaja cenderung mengembangkan gejala penyakit mental di kemudian hari.

Penulis penelitian melaporkan, nitrogen oksida menjadi penyebab utamanya. Senyawa ini terkandung dalam asap kendaraan bermotor.

"Penemuan kami menunjukkan, paparan polusi udara di awal kehidupan adalah faktor risiko non-spesifik untuk penyakit mental."

Demikian kata ketua peneliti Aaron Reuben, mahasiswa doktoral dalam psikologi klinis di Duke University.

Baca juga: Jangan Remehkan Pengaruh Polusi pada Kesehatan Mental

Reuben mengingatkan, penelitian ini tidak membuktikan polusi udara menyebabkan penyakit mental. Namu hanya tampak ada kaitannya.

"Efek yang diidentifikasi dalam penelitian ini kecil tapi implikasinya penting bagi kesehatan masyarakat. Sebab banyak orang terpapar polusi udara tingkat tinggi," tambah Reuben.

Dalam penelitian ini, Reuben bersama rekannya mengumpulkan data lebih dari 2.000 anak kembar yang lahir di Inggris dan Wales pada tahun 1994 dan 1995.

Para partisipan kemudian diamati hingga usia dewasa muda. Selama pengamatan, peneliti mengukur paparan polutan udara.

Misalnya nitrogen oksida (NOx, polutan gas) dan partikel halus (PM2.5, partikel kecil yang tersuspensi di udara).

Hasilnya, hampir 22 persen peserta terpapar tingkat NOx yang melebihi pedoman Organisasi Kesehatan Dunia.

Selain itu, sebanyak 84 persen peserta juga terpapar partikel kecil PM2.5 dengan tingkatan di atas pedoman yang ada.

Para peneliti kemudian menilai kesehatan mental peserta pada usia 18 tahun. Mereka mencari gejala yang terkait dengan gangguan mental.

Contohnya ADHD, depresi berat, gangguan kecemasan umum, gangguan stres pascatrauma, gangguan makan, serta gejala gangguan pikiran yang berhubungan dengan psikosis.

Peneliti juga melihat ketergantungan dewasa muda pada alkohol, ganja, atau tembakau.

Data ini digunakan untuk menghitung faktor psikopatologi atau faktor-p. Semakin tinggi faktor p, maka semakin buruk kesehatan mentalnya.

"Efek polusi udara pada kesehatan mental terlihat di semua jenis masalah psikologis," kata tim peneliti.

Baca juga: Awas, Paparan Polusi Udara Berisiko Memicu Gangguan Kejiwaan pada Anak

Para peneliti juga melihat karakteristik lingkungan anak-anak untuk memperhitungkan kondisi terkait tingkat polusi udara lebih tinggi dan risiko penyakit mental lebih besar.

Mulai dari kemiskinan, bahaya, dan keterputusan sosial. Namun faktor-faktor tersebut tidak mengubah hubungan antara polusi udara dengan kesehatan mental.

Brittany LeMonda, seorang ahli neuropsikologi senior di Lenox Hill Hospital di New York City, mengkaji temuan tersebut.

"Penelitian ini penting karena dapat membantu mengidentifikasi mereka yang berisiko mengalami penyakit kejiwaan di lingkungan tertentu yang polusi udaranya tinggi," katanya.

Reuben mengatakan, peneliti sudah mengetahui bila polusi udara mengandung campuran kompleks zat beracun yang dapat merusak otak.

Sebelum melakukan penelitian, sudah ada penelitian terdahulu yang serupa terhadap hewan dan studi otopsi pada manusia.

Reuben mengatakan, mekanisme pastinya masih belum jelas. Tetapi muncul dugaan adanya peradangan sistemik akibat polusi.

Polutan udara dapat menembus jaringan paru-paru paling dalam dan beredar di aliran darah. Hal ini memicu respons imun yang dapat membahayakan kesehatan otak.

"Dalam beberapa kasus diyakini polutan udara dapat mencapai otak secara langsung melalui hidung. Polutan udara dapat merusak respons kekebalan jaringan otak," kata Reuben.

Baca juga: 6 Tips Cegah Efek Buruk Polusi Udara pada Anak

Dia menambahkan, beberapa anak muda mungkin berisiko lebih besar terhadap gangguan mental. Sebab paparan terhadap polutan udara lebih tinggi.

"Keluarga yang tinggal di pinggir jalan juga cenderung memiliki eksposur tertinggi terhadap polutan udara," kata Reuben.

Kai Chen, asisten profesor epidemiologi di Yale School of Public Health di New Haven, Conn., turut meninjau temuan ini.

Menurutnya, perlu pemahaman lebih lanjut terkait sifat campuran dari polusi udara, termasuk gas, polutan seperti NOx, dan partikel seperti PM2.5.

"Kedua polutan berbagi sumber yang sama seperti emisi lalu lintas. Adanya kebijakan yang menargetkan sumber pembakaran dapat mengurangi berbagai polutan udara," kata Chen.

Temuan ini telah dipublikasikan secara online 28 April di JAMA Network Open.

Baca juga: Tak Cuma Gangguan Paru, Ini Efek Polusi Udara Bagi Tubuh

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com