Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Mitos Seputar Tekanan Darah Tinggi, Jangan Gampang Percaya

Kompas.com - 06/05/2021, 13:50 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Hipertensi atau tekanan darah dapat naik dan turun secara alami. Misalnya, tekanan darah bakal cenderung naik ketika kita berolahraga dan turun pada sesi istirahat.

Namun, jika tekanan darah tinggi dalam periode waktu yang lama, maka kondisi tersebut dapat meningkatkan berbagai risiko kesehatan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 1,13 miliar orang di seluruh dunia memiliki tekanan darah tinggi.

Di tengah prevalensi yang meningkat, masih banyak mitos tentang tekanan darah tinggi yang beredar di masyarakat dan perlu diluruskan.

Beberapa mitos tetang tekanan darah tinggi yang sebaiknya tak mudah dipercaya antara lain:

1. Tekanan darah tinggi bukan hal serius

Sebagian orang tahu bahwa tekanan darah tinggi dapat memicu masalah kesehatan lain, termasuk penyakit jantung.

Namun ternyata, masih banyak pula yang menganggap kondisi ini bukanlah hal serius yang perlu dikhawatirkan.

Hipertensi adalah kondisi yang bisa menjadi serius. Menurut Medical News Today, hipertensi yang tidak mendapatkan penanganan dapat meningkatkan risiko sejumlah penyakit, seperti serangan jantung, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung, angina, kehilangan pengelihatan, disfungsi seksual, hingga penyakit arteri periferal.

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan dalam berbagai cara. Seiring berjalannya waktu, misalnya, peningkatan tekanan arteri dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi kurang elastis.

Pada akhirnya, kondisi ini dapat mengurangi suplai darah dan oksigen ke jantung sehingga berpotensi merusak organ.

Tekanan darah tinggi juga dapat merusak pembuluh darah halus di otak, yang dapat meningkatkan risiko penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah.

 

2. Hipertensi hanya dialami orang tua

Hipertensi bukanlah bagian normal dari penuaan.

Meskipun banyak dialami oleh orang tua, namun tekanan darah tinggi juga bisa terjadi di usia dewasa pertengahan dan dewasa muda.

Di Amerika Serikat, misalnya, data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menyebutkan bahwa hipertensi berdampak terhadap sekitar 7,5 persen orang berusia 18-39 tahun, 33,2 persen orang berusia 40-59 tahun, dan 63,1 persen orang berusia di atas 60 tahun.

Terlepas dari peningkatan risiko seiring bertambahnya usia, intervensi gaya hidup dapat secra siginfikan menurunkan risiko pengembangan tekanan darah tinggi.

Beberapa contoh gaya hidup sehat yang dianjurkan seperti mengurangi asupan garam, olahraga rutin, berhenti merokok, serta makan makanan sehat.

Baca juga: 7 Jenis Buah untuk Menurunkan Tekanan Darah Tinggi

3. Hipertensi ada gejalanya

Sayangnya, tekanan darah tinggi tidak menunjukkan gejala.

Menurut ahli jantung dari Keck Medicine of USC Parveen Garg, MD, kita hanya mungkin merasakan gejala ketika tekanan darah sudah sangat tinggi dan sudah berada di tahap berbahaya.

"Kerusakan jangka panjang dari tekanan darah tinggi akan terjadi di arteri, terpelas dari apakah kita merasakan gejala atau tidak," ujarnya.

Satu-satunya cara untuk melacak hipertensi adalah mengukur tekanan darah.

Karena tidak menunjukkan gejala ini lah maka hipertensi kerap disebut "silent killer".

4. Tidak bakal hipertensi jika tidak makan garam

Kebanyakan dari kita sudah tahu bahwa konsumsi garam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.

Namun faktanya, tidak hanya garam yang perlu kita waspadai

Menurut Garg, beberapa sumber natrium lain yang perlu kita waspadai dan sering kali tidak disadari seperti roti, masakan daging-dagingan, pizza, pasta, sup, keju, hingga camilan seperti keripik kentang.

Baca juga: Waspadai, Pemicu Risiko Hipertensi Selain Garam

5.Hipertensi bisa diobati

Tidak ada obat untuk hipertensi. Tetapi, ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, yakni dengan melakukan perubahan gaya hidup.

Beberapa perubahan gaya hidup yang disarankan agar hipertensi terkendali seperti mengurangi atau menghentikan konsumsi alkohol, makan sehat, berolahraga mengelola stres, berhenti merokok, menjaga berat badan, hingga konsumsi obat-obatan.

6. Minum kopi meningkatkan tekanan darah

Kafein adalah stimulan. Jadi, banyak dari kita yang mungkin mengira minuman ini bisa meningkatkan tekanan darah.

Padahal, sejumlah penelitian tidak menunjukkan hasil itu.

"Konsumsi kafein secara teratur biasanya tidak meningkatkan tekanan darah, tetapi mungkin menjadi faktor (peningkatan tekanan darah) bagi orang yang mengonsumsinya hal-hal seperti soda, kopi, atau minuman energi dalam jumlah tinggi," kata Garg.

7. Bisa berhenti minum obat jika tekanan darah turun

Menurut Garg, tekanan darah tinggi adalah kondisi jangka panjang. Obat-obatan tidak bisa mengobati hipertensi sepenuhnya.

Jika tekanan darah kita turun karena minum obat lalu kita menghentikan obat tersebut, maka tekanan darah kita berpotensi naik kembali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com