Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Cuma Belanja Pakaian, Ketahui Juga Dampak Fast Fashion pada Lingkungan

Kompas.com - 07/05/2021, 15:55 WIB
Gading Perkasa,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi


Khusus di tahun 2018, industri fesyen dunia menyumbang 2,1 miliar metrik ton emisi gas rumah kaca.

Angka itu setara dengan total emisi negara Inggris, Perancis, dan Jerman yang digabung menjadi satu.

Pada tahun yang sama, Environmental Protection Agency memperkirakan 11,3 juta ton tekstil yang sebagian besar berupa pakaian berakhir di tempat pembuangan sampah.

Baca juga: Ajakan Sejauh Mata Memandang untuk Peduli Sampah Tekstil

Selain urusan limbah, sebuah data menunjukkan sebanyak 70 juta pekerja di industri garmen di seluruh dunia --sebagian besar pekerja adalah wanita-- menghadapi masalah eksploitasi dan kerja paksa.

Produksi dan konsumsi yang berlebihan

Barangkali kita lebih merelakan kaus atau celana panjang murah untuk disumbangkan ketimbang tas dari merek ternama.

Tetapi perlu diingat, barang-barang yang dibuat oleh merek mewah juga sebagian besar tidak ramah lingkungan.

Contohnya, Burberry mendapat kecaman di tahun 2018 karena membakar stok yang tidak terjual senilai hampir 40 juta dollar AS.

Baca juga: H&M Ubah Sampah Plastik di Indonesia Jadi Pakaian Anak

Hal itu dilakukan untuk mencegah barang-barang tersebut dijual dengan harga lebih rendah atau didiskon, sekaligus meningkatkan daya tarik Burberry.

The United Nations Environment Programme memperkirakan, setiap detiknya sampah tekstil dalam satu truk sampah dibakar atau dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Selain itu, industri fesyen juga dinilai menyumbang limbah sebanyak 20 persen dan emisi karbon 10 persen.

Solusinya

Salah satu solusi untuk menjaga kelestarian planet bumi adalah baik konsumen maupun industri fesyen perlu memanfaatkan item daur ulang (recycling) dan menggunakan kembali (reusing) item fast fashion.

Baca juga: Tren Thrifting Shop, Trik Fashionable Sekaligus Peduli Lingkungan

"Kami percaya penjualan kembali (resale) adalah solusi sirkular untuk model industri fesyen tradisional 'ambil-pakai-buang'," tutur Wallace.

"Semakin banyak konsumen menggunakan barang bekas, semakin sedikit permintaan akan produksi pakaian baru."

ThredUp memperkirakan, perusahaan itu sudah mengalihkan lebih dari 100 juta item dari tempat pembuangan sampah sejak berdiri pada 2009.

Beberapa situs resale lain juga melakukan upaya yang sama seperti ThredUp. Salah satunya situs lelang online Goodwill yang menjual kembali barang fast fashion, dan baru-baru ini memeroleh angka penjualan mencapai 1 miliar dollar AS.

Di sisi lain, Teo meyakini kunci masa depan yang berkelanjutan adalah dengan membeli barang lebih sedikit.

Baca juga: Ketika Industri Fesyen Temukan Bahan Kulit Ramah Lingkungan dari Jamur

"Dengan demikian, lebih sedikit barang yang harus dibuang," katanya.

Baik Teo maupun Diaz juga mendorong pembeli untuk melakukan riset. Kendati semakin banyak merek menggunakan istilah "sustainable" atau menawarkan diskon dengan mengembalikan barang ke tempat sampah daur ulang toko, tidak semua merek memiliki tujuan yang nyata.

"Banyak merek saat ini memiliki program pengembalian (takeback) pakaian, tapi kemana perginya pakaian itu?" ujar Teo.

Baca juga: Menyelamatkan Lingkungan dengan Memakai Pakaian Lebih Lama


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com