KOMPAS.com - Setiap orang seharusnya layak mendapatkan privasi bahkan ketika sudah meninggal atau dikenal dengan istilah post-mortem privacy.
Namun hal ini sulit diwujudkan apabila masih banyak orang yang kerap menjadikan foto jenazah sebagai konten media sosialnya. Apalagi sekarang semua orang sudah akrab dengan smartphone sehingga memotret dan mengunggah adalah hal yang amat mudah.
Banyak orang memanfaatkan momen melayat atau menghadiri pemakaman untuk memotret wajah terakhir orang yang sudah berpulang. Entah apa alasannya, foto tersebut kemudian disimpan dan, parahnya, dibagikan ke internet.
Belakangan fenomena ini tak hanya terjadi di kalangan pesohor namun juga orang biasa. Umum kita dapati potret jenazah seseorang disertakan dalam unggahan yang 'katanya' merupakan ucapan dukacita.
Baca juga: Kebijakan Privasi Baru Instagram untuk Lindungi Pengguna Remaja
Pelaku merasa normal untuk memotret tanpa izin dan kemudian membagikannya begitu saja. Padahal ada etika untuk kondisi berduka dan perilaku tersebut adalah salah satu pelanggaran terbesarnya.
Tidak banyak orang menyadari, khususnya pelaku, bahwa hal tersebut bisa saja menyinggung perasaan keluarga yang ditinggalkan.
Atau bahkan mungkin bahwa seseorang sebenarnya enggan difoto saat sudah menjadi jenazah, apalagi dijadikan konten media sosial.
Cuitan dari komika sekaligus sutradara Ernest Prakasa bisa jadi contohnya.
"Ngeliat hobi orang-orang motoin jenazah buat jadi konten, mendingan entar kalo gw mokat langsung tutup aja lah petinya."
Baca juga: Anies Perlihatkan Foto Jenazah Pasien Covid-19 dan Tegaskan Pandemi Ini Bukan Fiksi
Cuitan tersebut mendapatkan 4.200 likes sampai tulisan ini dibuat, menunjukkan banyak yang sependapat dengan Ernest.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.