Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hellah Sidibe, Eks Atlet Sepak Bola yang Lari 100 Hari hingga 5.000 Km

Kompas.com - 19/05/2021, 16:00 WIB
Gading Perkasa,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber BBC

KOMPAS.com - Atlet lari profesional atau mereka yang berlari secara rutin memahami betul rasa sakit dari aktivitas berlari.

Tetapi mantan pemain sepak bola Hellah Sidibe justru ingin membuktikan seberapa besar kemampuannya untuk menahan "sakit" saat berlari dalam sebuah ajang berskala besar.

Eks bintang klub MLS Seattle Sounders berusia 30 tahun tersebut lantas melakoni lomba lari dari California ke New York, Amerika Serikat yang jaraknya sejauh 5.149 kilometer.

Baca juga: Nike React Escape Run, Karena Wanita Ingin Berlari dengan Nyaman

Diperkirakan, hanya sekitar 300 orang yang berhasil melewati tantangan tersebut. "Ini menyakitkan!" kata Sidibe kepada BBC Sport.

Apa alasan Sidibe melakukan tantangan berlari sejauh lebih dari 5.000 kilometer itu?

Sepak bola sebagai jalan hidup

Ketika berusia tujuh tahun, Sidibe harus pindah dari Afrika Barat ke Amerika Serikat lantaran pekerjaan orangtuanya.

Saat itu, Sidibe tidak mengetahui jenis olahraga lain di luar sepak bola.

"Sebagai seorang anak di Mali, sepak bola adalah jalan hidup. Satu-satunya hal yang penting bagi saya adalah menendang bola dan berlarian," kata dia.

Sidibe mengatakan, anak-anak di Mali wajib mendapatkan vaksin tetanus secara teratur karena kaki mereka biasa terluka akibat pecahan logam yang dibuang.

Telapak kaki Sidibe pun pernah terluka akibat bermain sepak bola di jalan berkerikil atau tanah.

"Dulu di Mali, jika kita mendapatkan sepasang sepatu, kita langsung diingatkan untuk merawat sepatu tersebut."

"Sebab, dibutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum kita bisa mendapatkan sepatu lagi," kata dia.

Baca juga: Ketahui 10 Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Berlari

Oleh karena itu, dengan aksinya kali ini Sidibe berharap bisa mengumpulkan uang dan mengajak masyarakat untuk beramal melalui Soles4Souls.

Soles4Souls adalah lembaga amal yang mendistribusikan kembali sepatu bekas kepada jutaan orang di seluruh dunia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Warga tersebut tidak memiliki akses untuk memeroleh alas kaki.

Pemain sepak bola yang tak suka berlari

Usai mendapatkan beasiswa untuk bermain di salah satu universitas ternama di AS, Sidibe lantas menandatangani kontrak dengan tim MLS, Seattle Sounders.

Salah satu momen yang dikenang Sidibe adalah ketika timnya melakoni pertandingan pramusim melawan New York City FC.

Dalam pertandingan pramusim tersebut, Sidibe harus berhadapan dengan idolanya, Frank Lampard yang bermain untuk New York City FC.

Selain mengenang momen itu, dia menegaskan, upaya berlari dalam olahraga lari adalah sesuatu yang bukan keinginannya.

"Dalam sepak bola, olahraga ini tentang permainan jadi Anda tidak hanya fokus pada lari," kata dia.

"Tapi ketika pelatih memberi tahu kamu 'ayo mulai berlari', kamu takut dengan rasa sakit yang akan muncul."

Guna mengatasi ketakutannya itu, Sidibe mulai berlari 10 menit per hari selama dua minggu. Dari situlah dia pun terbiasa berlari.

"Saya pikir saya bisa melakukan ini selama sisa hidup saya," sebut Sidibe kepada kekasihnya.

Kini, sudah hampir empat tahun Sidibe terus berlari setiap hari tanpa memandang apakah cuaca di luar sedang bagus atau tidak.

Baca juga: 4 Penyebab Sakit Kepala Setelah Berlari

Dia sudah merekam perjalanannya dan jumlah pelanggan atau subscriber kanal YouTube miliknya sudah mencapai hampir 250.000 subscribers.

Setelah dua tahun berlari, dia mendambakan sesuatu yang lebih menantang. Di sinilah ide untuk mengikuti ajang lari lintas benua terlahir.

Perlombaan tersebut harus ditunda selama satu tahun karena pandemi Covid-19.

Namun di tahun 2021, acara itu bisa digelar, dan Sidibe start dari Huntington Beach -kawasan di dekat Los Angeles, pada 1 Maret lalu.

Ia bertujuan untuk berlari sejauh 48-64 kilometer sehari, dan mencapai kota New York dalam 100 hari.

Mengalami hambatan

Namun, berlari di ketinggian dengan cedera pada tahap awal meruntuhkan kepercayaan diri Sidibe.

"Sekitar hari ke-25, saya pikir sudah berakhir," kata dia.

"Saya sangat kesakitan. Lutut saya kaku, saya tidak bisa menekuknya."

Dia mengaku seorang fisioterapis menyarankan untuk beristirahat dan memulihkan diri pada saat itu, tetapi tidak ada kata berhenti berlari.

"Saya tidak peduli seberapa lambat saya berlari, selama saya dapat menyelesaikan jarak tempuh saya hari itu," tutur Sidibe mengisahkan.

Garrett Jones, ahli kinesiologi dan ahli nutrisi kebugaran yang merupakan sahabat Sidibe tidak tinggal diam.

Jones memberikan pijatan harian dan memantau asupan makanan Sidibe, dengan menerapkan diet vegan namun memperbanyak karbohidrat.

Baca juga: Bagaimana Cara Berlari untuk Menurunkan Berat Badan?

Berlari delapan jam dan membakar lebih dari 4.000 kalori sehari rupanya juga berdampak buruk pada kesehatan mental Sidibe.

"Saya sering berhalusinasi. Saya pernah melihat ular dan singa gunung yang seharusnya tidak ada."

"Saya pernah melihat seekor anjing berbulu halus dan mengira itu adalah bayi beruang. Saya ketakutan karena mengira induk beruang itu akan mendekat," cetus Sidibe.

Satu momen paling mengerikan yang dialami Sidibe adalah dikejar seorang wanita yang mengancamnya dengan sebilah pisau.

Beruntung Sidibe tidak terluka, dan kekasihnya Alexa Torres yang berada di dekat mobil membawanya ke kantor polisi setempat untuk melaporkan kejadian tersebut.

Kini, memasuki hari ke-50 perlombaan, Sidibe sedang berjuang melawan badai angin di Oklahoma.

Dia juga membuat target untuk berlari menuju Missouri, Illinois, Indiana, Ohio, Pennsylvania, Maryland, dan berakhir di New York.

"Saya selalu memikirkan hasil akhirnya. Semua orang yang saya ajak bicara mengatakan kepada saya untuk tidak memikirkan hal itu tetapi bagi saya itu benar-benar penting."

"Saya menjadi bersemangat dan itu membantu saya berusaha lebih keras untuk menyelesaikan perlombaan," ucap dia.

Ia juga mengaku ingin segera mengonsumsi makanan cepat saji vegan begitu ia tiba di New York.

"Saya terus berpikir tentang makan makanan cepat saji vegan sebanyak mungkin setelah selesai," ungkap Sidibe.

"Saya bukan peminum alkohol tetapi saya memimpikan koktail yang disebut Bay Breeze."

"Dan saya akan tidur, tidak akan bangun sampai tubuh saya ingin bangun," sebut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com