Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Asal Labeli Anak dengan Kata Nakal, Bisa Jadi Pengaruh Buruk

Kompas.com - 19/05/2021, 16:28 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masyarakat dihimbau untuk tidak mudah melabeli anak dengan istilah nakal berdasarkan perilakunya. Hal ini dianggap dapat berpengaruh buruk hingga jangka panjang.

Anak-anak masih dalam proses perkembangan dan pendewasaan. Mereka masih belum memahami kondisi sekitarnya dan penuh energi, sehingga perilaku kadang tak bisa diatur.

Proses ini seharusnya dipahami dan direspon oleh lingkungan sekitarnya dengan tepat agar hasilnya positif.

Sayangnya, lingkungan kerapkali melabeli anak yang aktif dan sulit diberitahu dengan istilah nakal.

Baca juga: Cara Mengatasi Perilaku Anak Nakal tanpa Perlu Memarahinya

Resnia Novitasari, S.Psi., MA., dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII) menekankan pentingnya berhati-hati dalam melabeli anak.

"Dalam bahasa lain, (label) itu menjadi doa atau harapan yang diucapkan bagi anak," jelasnya kepada Kompas.com pada Rabu (19/05/2021).

Dalam ilmu psikologi, ia menerangkan ada istilah self fulfilling prophecy yang cocok untuk kebiasaan pelabelan ini.

Maksudnya, label yang diberikan akan diyakini oleh anak menjadi bagian dari dirinya. Dampaknya ialah cenderung akan semakin melakukan perilaku sesuai label yg disematkan oleh lingkungan.

Baca juga: Cara Menghadapi Perilaku Nakal Balita, Sabar Saja Tidak Cukup

Menurutnya, anggapan anak nakal yang selama ini berkembang di masyarakat masih sangat subjektif. Seringkali sebutan ini belum tentu koheren dengan perilaku sebenarnya.

Pakar psikologi perkembangan ini menerangkan tidak ada definisi soal anak nakal. Hal yang ada adalah anak yang melanggar aturan atau norma, agresif pada lingkungan sosial, atau pada tingkat yang ekstrem mengalami gangguan emosional dan perilaku.

Untuk tingkatan ekstrem umumnya mengarah pada conduct disorder, gangguan perilaku yang seris.

Hal ini bisa ditandai dengan rendahnya empati pada anak, melangggar aturan, merusak dan mengambil barang milik orang lain.

Baca juga: 5 Rekomendasi Buku untuk Anak Usia 0 Sampai 3 Tahun

Rendahnya empati misalnya saja kecenderungan perilaku kekerasan termasuk senang menyakiti orang lain dan hewan. Sikap yang perlu diwaspadai lainnya termasuk kebiasaan membolos dan kabur dari rumah.

Hanya saja hal ini tidak bisa diputuskan sendiri oleh orang tua tanpa pertimbangan ahli. Perlu proses assesmnet yang panjang oleh psikolog untuk memastikannya.

IlustrasiPexels Ilustrasi

Resnia menyebutkan ada syarat frekuensi perilaku dan durasi waktu terjadinya permasalahan tersebut untuk menyimpulkan karakter anak.

Pahami Karakter Anak dan Tahap Perkembangannya

Alih-alih melabeli anak dengan sebutan nakal, Resnia menganjurkan orangtua untuk memahami karakteristik anak.

Selain itu, penting pula untuk memahami tahap perkembangan anak di usia tersebut. Dengan demikian, kita bisa mencocokkan perilaku anak dengan tahapan yang seharusnya dilaluinya.

Baca juga: Waspadai, Efek Candu Pujian dari Orangtua bagi Perkembangan Anak

"Setelah itu mengindentifikasi, kapan perilaku muncul, pada saat apa, seberapa sering terjadinya, dan makin lama tambah 'berat' atau tidak," jelasnya.

Jika mengindikasikan adanya masalah, orangtua bisa melakukan penanganan awal terlebih dulu. Contohnya dengan menetapkan aturan yang jelas di rumah untuk ditaati anak.

Jika dilanggar, sepakati konsekuensi yang harus dilakukan oleh buah hati tanpa melibatkan kekerasa secara verbal maupun fisik.

Amat disarankan untuk menekankan soal batasan sebagai hal utama dalam mendisiplinkan anak. Terapkan pola dialog penuh kasih sayang agar anak memahami maksud baik orangtua.

Apabila merasa kewalahan, disarankan untuk berkonsultasi ke psikolog. Tujuannya agar orangtua dapat belajar tentang intervensi yang efektif dalam mengatasi perilaku anak.

 Baca juga: Pola Asuh Toksik Merugikan Orangtua dan Anak, Kenali Tandanya

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com