Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seberapa Buruk Makanan yang Digoreng untuk Kesehatan?

Kompas.com - 25/05/2021, 08:30 WIB
Intan Pitaloka,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Makanan yang dimasak dengan cara digoreng memang digemari karena memiliki rasa yang gurih dan renyah. Selain untuk camilan, banyak sekali jenis lauk orang Indonesia yang digoreng.

Namun, makan makanan yang digoreng menggunakan minyak banyak sebenarnya berdampak buruk bagi kesehatan. Satu sendok minyak goreng mengandung 14 gram lemak dan 120 kalori.

Walau begitu, baik buruknya gorengan ternyata tergantung pada banyak hal.

“Makanan yang digoreng adalah kategori yang sangat luas, jadi dampak kesehatannya mungkin bergantung pada banyak faktor yang berbeda,” kata Julie Stefanski, RDN, ahli gizi  dan diet terdaftar, serta juru bicara Academy of Nutrition and Dietetics.

Baca juga: Jangan Berlebihan Konsumsi Makanan Manis dan Gorengan Saat Berbuka Puasa, Ini Alasannya

Faktor-faktor tersebut meliputi jenis minyak goreng, suhu penggorengan, ukuran porsi, dan seberapa sering kamu memakan makanan yang digoreng.

Nah, berikut ini adalah dampak makanan yang digoreng untuk kesehatan:

1. Risiko penyakit jantung

Tinjauan terhadap 17 riset yang diterbitkan di Heart pada tahun 2021 memberi penjelasan baru tentang permasalahan makanan yang digoreng dengan risiko penyakit jantung.

Disebutkan, mereka yang makan paling banyak gorengan, 22 persen lebih mungkin terkena penyakit jantung daripada yang makan paling sedikit.

Selain itu, mereka juga 28 persen lebih mungkin mengalami peristiwa kardiovaskular utama, seperti stroke atau gagal jantung.

Baca juga: Mengenal Lemak Jenuh, Jenis Lemak yang Dianggap Jahat untuk Tubuh

"Jumlah besar lemak makanan, energi berlebih, dan asam lemak trans dari makanan yang digoreng mungkin menjadi alasan penting tingginya risiko penyakit kardiovaskular," kata penulis studi Fulan Hu, seorang profesor kesehatan masyarakat di Ilmu Kesehatan Universitas Shenzhen Pusat, Cina.

Menggoreng makanan pada suhu super tinggi juga dapat menghasilkan senyawa yang disebut produk akhir glikasi lanjutan, yang dapat meningkatkan peradangan dan stres oksidatif yang juga terkait dengan penyakit kardiovaskular.

2. Resiko diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 tidak hanya melulu dikaitkan dengan karbohidrat saja, melainkan juga tentang berat badan.

“Penambahan berat badan dapat membuat tubuh sulit menggunakan insulin dengan benar dan dapat meningkatkan kadar gula darah,” kata Stefanski.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com