Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cultural Appropriation Vs Cultural Appreciation, Kenali Bedanya

Kompas.com - 03/06/2021, 14:33 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyak yang sulit membedakan dan kemudian menyalahartikan praktik cultural appropriation dengan cultural appreciation.

Nyatanya, sikap acuh ini bisa membawa kita menjadi pelaku salah satu perilaku tidak terpuji ini.

Masyarakat dunia kini semakin peduli dengan isu rasisme dan kesetaraan. Karena itulah, perilaku cultural appropriation tidak bisa dibenarkan karena dapat melecehkan dan menghina suatu budaya dan ras tertentu.

Harus diketahui, apropriasi budaya tidak sama maknanya dengan apresiasi budaya. Sekilas istilah ini memang sangat mirip namun artinya sangat jauh berbeda.

Baca juga: Nagita Slavina Tersandung Isu Cultural Appropriation, Apa Maksudnya?

Jika cultural appreciation merupakan bentuk penghargaan pada suatu budaya tertentu, maka cultural appropriation adalah bentuk eksploitasi belaka.

Sejumlah pesohor pernah tersandung isu apropriasi budaya misalnya saja Justin Bieber saat mengenakan gaya rambut dreadlock dan yang terbaru ialah Nagita Slavina yang menjadi duta PON XX Papua.

Bagi sebagian kalangan, mungkin sulit memahami pangkal masalahnya. Namun, Dr Adrienne Keene dari forum Native Appropriations bisa menjelaskannya dengan singkat.

"Anda berpura-pura menjadi ras yang bukan identitas Anda dan memanfaatkan stereotip untuk melakukannya." tandasnya.

Khususnya ini berlaku ketika budaya yang terpinggirkan dieksploitasi orang dengan privilage lebih demi keuntungan dan kesenangannya. Sedangkan orang yang lebih berhak tidak mendapatkan kesempatan yang sama.

Baca juga: Wagub DKI: Larangan Ondel-ondel untuk Ngamen sebagai Bentuk Apresiasi Budaya

Austin Community College membedakannya dengan izin.

Apresiasi dilakukan dengan izin yang diiringi dengan keinginan untuk memahami dan belajar tentang budaya lain.

Tujuannya untuk memperluas perspektif, wawasan dan lebih menghargai orang lain secara lintas budaya.

Sedangkan apropriasi hanya mengambil satu unsur budaya yang dianggap paling menarik dan bukan warisan kita untuk kepentingan pribadi.

Sementara itu, Natalie Rita, direktur pelaksana NRPR, salah satu perusahaan publikasi di Amerika Serikat menyebutkan, kita harus berniat mencari tahu lebih banyak soal budaya yang kita adopsi.

Baca juga: Agar Warga Melek Budaya, Museum Aksara Nusantara Akan Didirikan di Bandung

 

Jadi bukan hanya meniru gaya hidupnya namun memahami soal kekayaan budaya dan akar tradisi tersebut.

"Misalnya, mengenakan kepang Afrika atau bindi Hindu tanpa menghabiskan waktu untuk mendidik diri sendiri tentang asal-usul mereka atau budaya di sekitar mereka adalah "memilih bagian mana dari budaya yang ingin Anda ikuti," katanya.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com