Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/06/2021, 10:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

Ia telah menulis buku berjudul Jelajah Jiwa, Hapus Stigma. Buku ini meneliti tentang kasus bunuh diri dua pelukis asal Yogyakarta. Selama ini sangat jarang buku yang bertema tentang bunuh diri.

Noriyu sendiri sepanjang tahun 2020 hingga saat ini aktif dalam webinar yang khusus membahas fenomena bunuh diri dan kesehatan mental.

Dalam sebuah artikel Noriyu yang dimuat Kompas pada 2019 lalu, Noriyu telah mengamati bunuh diri kaum pelajar (baca: SMA) di Indonesia. Di situ disampaikan bahwa ada beberapa instrumen yang dapat memprediksi seseorang berniat bunuh diri.

Instrumen ketahanan mental tersebut yaitu dimensi belongingness (perasaan menjadi bagian dari sesuatu), loneliness (kesepian), hopelessness ( ketidakberdayaan), dan burdensomeness (perasaan menjadi beban).

Apabila faktor-faktor ini melekat pada seseorang, maka diprediksi akan memicu niat bunuh diri.

Beberapa gejala dini yang umum didapati niat bunuh diri adalah rasa sedih yang begitu dalam, kacau pikiran (galau), resah, mudah marah, suka melukai diri sendiri, tidak mau bergaul.

M Zaid Wahyudi dalam tulisannya di Kompas, Oktober 2020, memberitakan hasil swaperiksa Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) yang meneliti 5.661 orang dari 31 provinsi di Indonesia pada Oktober 2020. Hasilnya, 68 persen responden mengalami masalah psikologis.

Dari jumlah itu 67,4 persen terkena gangguan kecemasan; 67,3 persen mengalami depresi; dan 74,2 persen terkena trauma psikologis. Secara umum yang mengalami gangguan psikologis ini usianya kurang dari 30 tahun.

Melalui swaperiksa ini pula terungkap 48 persen responden ingin melukai diri; 68 persen berpikir bunuh diri; 5 persen mencoba bunuh diri.

Baca juga: Krisis Pandemi Covid-19, Kelompok Usia Muda Pun Ingin Bunuh Diri

Penanaman nilai

Masalah kesehatan mental dan ketahanan mental harus disikapi dengan serius. Kesehatan mental berkaitan dengan kondisi pikiran, perasaan, dan emosi dengan timbulnya rasa senang, tenteram, bahagia, dan dapat bergaul dengan baik dengan orang lain.

Sedangkan ketahanan mental adalah kondisi psikologis seseorang yang dapat mengembangkan kemampuan dalam situasi apa pun ketika menghadapi ancaman dari luar termasuk dari diri sendiri.

Orang-orang yang mengambil jalan pintas bunuh diri, disinyalir ketahanan mentalnya rapuh. Tidak kuat menahan tekanan sehingga ingin melupakannya dengan cara bunuh diri.

Oleh karena itu, ketahanan mental harus dipupuk sejak dini, sejak anak masih kecil. Tepatnya sejak awal harus ditanamkan dalam keluarga dan sekolah. Ini sebagai bekal anak dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan.

Tugas orangtua terhadap anak selain melindungi, merawat, membimbing, memberi kasih sayang, perhatian, penanaman nilai-nilai religius, juga yang sangat penting adalah membangkitkan optimisme yang tinggi pada anak dan membangun mental “tahan banting”.

Di dalamnya ditanamkan sikap jangan mudah putus asa kalau menghadapi masalah, jangan gampang kecewa kalau tidak kesampaian, berpikir positif sekaligus hindari pikiran negatif.

Selain itu jangan khawatir berlebihan apalagi ekspektasi yang keliru akan memperparah masalah yang dihadapi, bersikap sabar dalam sesuatu, selalu bersyukur kepada Tuhan dalam segala hal. Dan tak kalah penting, sayangilah diri sendiri! 

Baca juga: 10 Manfaat Meditasi untuk Menjaga Kesehatan Mental dan Fisik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com