Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/06/2021, 10:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

AKHIR bulan lalu Kompas menulis berita tentang besarnya angka bunuh diri di Jepang. Hal ini mengingatkan saya pada Prof. Hisanori Kato (Chuo University, Tokyo) beberapa tahun lalu ketika mampir ke Penerbit Buku Kompas.

Ia mengatakan bahwa setiap tahunnya sekitar 25.000 warga Jepang mati akibat bunuh diri.

Saya sendiri pada waktu itu kaget, bagaimana bisa orang Jepang yang maju peradabannya bisa sejauh itu?

Pak Kato mengatakan biarpun kemajuan teknologi di Jepang maju pesat, bisa jadi karena penanaman nilai-nilai religius mungkin terlihat kurang.

Berita Kompas akhir Mei 2021 menegaskan kembali bahwa sepanjang tahun 2020 telah terjadi kasus bunuh diri warga Jepang sebanyak 20.919.

Angka ini melampaui jumlah kematian akibat Covid-19 sebanyak 3.460 orang pada tahun yang sama.

Pemerintah dan masyarakat Jepang mengkhawatirkan naiknya angka bunuh diri di kalangan pelajar dan pemuda.

Tahun 2020 ini angka kematian bunuh diri pada pelajar dan pemuda sebanyak 499 orang, naik 140 persen dibanding tahun 2019.

Penyebab utama kasus bunuh diri di Jepang akibat kesepian (loneliness). Apalagi di saat pandemi sekarang ini, mereka tidak dapat berkumpul dengan teman-teman karena pembatasan sosial. Juga tidak dapat pergi ke tempat hiburan karena ditutup.

Naiknya angka bunuh diri di kalangan pelajar dan pemuda ini, dianggap serius oleh Pemerintah Jepang.

Oleh karena itu, Pemerintah Jepang menunjuk Tetsushi Sakamoto menjadi menteri yang mengurusi cara warga mengatasi kesepian.

Selain itu, Jepang memasukkan kembali dalam kurikulum sekolah tentang pendidikan kesehatan mental untuk pelajar SMA.

Pendidikan ini sempat dihapus pada tahun 1982. Dalam pelajaran tersebut diajarkan tentang penyakit jiwa dan penyembuhannya.

Baca juga: 5 Hal Sederhana yang Bikin Kesehatan Mental Lebih Baik

Gejala dini

Membicarakan tentang fenomena bunuh diri, saya jadi teringat dengan Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf atau akrab disapa Noriyu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com