Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/06/2021, 10:41 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Anak dapat mengalami emosi negatif yang dapat berkembang menjadi ledakan emosi atau tantrum.

Tantrum adalah ledakan emosi yang pada umumnya disebabkan oleh keterbatasan kemampuan bahasa anak untuk mengekspresikan perasaannya.

Menurut dokter spesialis kedokteran jiwa konsultan psikiatri anak & remaja, dr Anggia Hapsari, SpKJ(K), hal ini sebetulnya wajar. Tapi, dalam beberapa kondisi perlu diwaspadai.

"Anak tantrum umumnya disebabkan oleh terbatasnya kemampuan bahasa anak untuk mengekspresikan perasaannya."

"Sehingga mereka hanya dapat meluapkan emosinya dengan cara meronta, berteriak, menangis, menjerit, serta menghentakkan kedua kaki dan tangannya ke lantai," kata Anggia kepada Kompas.com, Rabu (9/6/2021).

Lalu, kapan perilaku tantrum anak perlu diwaspadai? Beberapa tanda perilaku tantrum anak perlu diwaspadai antara lain:

  • Tantrum dan ledakan terjadi pada tahapan usia perkembangan di mana seharusnya perilaku tersebut sudah tidak terjadi, yaitu di atas usia 7-8 tahun.
  • Perilaku anak sudah membahayakan diri sendiri atau orang lain.
  • Perilaku anak menimbulkan masalah serius di sekolah.
  • Perilaku anak memengaruhi kemampuannya untuk bersosialisasi dengan teman sehingga anak "dikucilkan" oleh teman-temannya.
  • Tantrum dan perilaku anak telah membuat distress atau kesulitan dalam keseharian keluarga.
  • Anak merasa tidak mampu mengendalikan emosi marahnya dan merasa dirinya "buruk".

"Jika tantrum pada anak tampak terlalu sering atau membuatnya menyakiti dirinya atau orang lain, orangtua sebaiknya berkonsultasi dengan profesional, seperti psikiater anak atau psikolog anak untuk mendiskusikan masalah emosi perilaku tersebut dan cara tepat menanganinya," paparnya.

Baca juga: 5 Cara agar Tenang dan Terkendali Saat Anak Tantrum

Penyebab perilaku tantrum

Menurut Anggia, tantrum dapat disebabkan karena pola asuh yang inkonsisten serta permisif sejak usia dini.

Misalnya, saat anak mengamuk untuk mendapatkan sesuatu dan orangtua menuruti keinginannya, anak akan cenderung mengulangi cara tersebut di kemudian hari.

"Jika terus dibiarkan, hal tersebut bisa menjadi kebiasaan buruk bagi anak," ucapnya.

Namun, pada beberapa kondisi tertentu, tantrum pada anak juga mungkin disebabkan oleh gangguan perilaku atau masalah psikologis.

Seperti kemampuan IQ dan EQ anak yang membuat persepsi dan responsnya terhadap suatu kondisi menjadi berbeda, autisme, atau kemungkinan adanya kecemasan berlebihan atau bahkan depresi.

Cara menghadapi anak tantrum

Ketika anak tantrum, tugas utama orangtua bukanlah menenangkannya melainkan menenangkan diri sendiri terlebih dahulu dan memastikan anak aman.

"Seperti, pastikan tidak ada barang bahaya di dekat anak dan tidak ada orang yang dipukul anak (ketika tantrum)," kata Anggia.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan orangtua ketika anak tantrum, seperti:

  • Segera bawa anak ke tempat sepi terlebih dahulu.
  • Tidak perlu banyak bicara, cukup satu atau dua kali mengatakan "iya kesal, kamu capek ya" atau "kamu kesal enggak dibelikan mainan, ya", dan lainnya.
  • Terima dulu perasaan anak.
  • Jika memungkinkan, temani anak sampai selesai menangis.
  • Jika orangtua tidak bisa menemani sampai anak selesai menangis, orangtua bisa mengalihkan tetapi pastikan hal ini hanya dilakukan sesekali.
  • Beberapa jam setelah anak tenang, barulah beri anak nasehat dan pengertian tentang peristiwa tersebut.

Baca juga: Pahami, Begini Cara Anak Ungkapkan Emosi Berdasarkan Usia

Perilaku tantrum sebetulnya bisa dicegah dengan cara orangtua melatih anak mengelola emosinya sejak usia yang sangat dini.

Misalnya, dengan mengajari anak mengenali emosi atau perasaan diri (name the feeling), mengenali emosi dan perasaan orang lain, tidak bereaksi negatif ketika anak rewel atau marah, hingga menjadi contoh atau role model bagi anak.

"Kepercayaan terhadap orangtua dan model figur yang mereka amati dalam keluarga berperan besar dalam membentuk kepercayaan diri anak."

"Hal ini dapat membantu anak meregulasi emosinya dan mendorongnya menjadi mandiri serta berani mengambil risiko," kata Anggia.

Jika anak memiliki karakter tersebut, diharapkan anak dapat berperilaku tepat dalam lingkungannya dan terhindar dari masalah berkaitan dengan penyesuaian diri dalam hidupnya.

Baca juga: Atasi Rewel dan Tantrum Anak ala Rachel Venya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com