Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/06/2021, 14:44 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Demam berdarah dengue (DBD) dan Covid-19 memiliki beberapa gejala yang mirip, termasuk demam.

Meskipun keduanya sama-sama menunjukkan gejala demam, sebetulnya polanya berbeda.

Lalu, bagaimana cara membedakannya?

Mengutip rilis Kementerian Kesehatan RI, berikut perbedaan demam pada DBD dan Covid-19:

1. Demam Covid-19 disertai gejala respirasi

Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr dr Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI menjelaskan, pada demam dengue, fase demam terjadi akibat diremia. Artinya, ada virus yang beredar di dalam darah.

Demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat karena penyebab demamnya terus ada di dalam darah, biasanya hingga lebih kurang 3 hari.

Pasien biasanya mengonsunsi obat penurun panas. Demam memang akan turun, namun biasanya tak lama setelah itu demam akan kembali naik.

''Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas. Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut, dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demamnya ada terus di dalam darah."

Demikian diungkapkan Erni pada Konferensi Pers Asen Dengue Day 2021, seperti dikutip laman resmi Kemenkes RI.

Ia menambahkan, pada demam berdarah pola demamnya kerap kali mendadak dan langsung tinggi.

Sementara demam Covid-19 dapat disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan, seperti sesak napas, batuk, susah menelan, hingga anosmia atau tidak bisa mencium bau.

Baca juga: Gejalanya Mirip, Ini 4 Perbedaan Demam Berdarah dan Covid-19

2. Demam dengue melalui masa inkubasi

Sebelum mengalami demam, pasien DBD akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu selama 5-10 hari.

Jadi, penularannya tidak terjadi seketika.

Adapun masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah namun belum menimbulkan gejala sampai jumlah virus cukup banyak dan beredar di dalam darah, kemudian menimbulkan penyakit atau demam.

Sementara pada Covid-19, demam terjadi di minggu pertama. Kemudian, di hari ke-5 hingga ke-7 pasien biasanya mulai menunjukkan gejala respiratori seperti sesak, batuk, dan pilek.

Menurut Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Mulya Rahma Karyanti SpA(K), pada demam dengue yang dominan adalah demam, sedangkan sakit kepala dan batuk pileknya cenderung lebih ringan daripada Covid-19.

Baca juga: Banyak Anak yang Terinfeksi Covid-19 Tanpa Demam, Ini Penjelasannya

3. Demam dengue disertai sakit kepala khas

Pasien DBD biasanya juga mengalami sakit kepala yang khas, yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata.

Bagi anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut dan muka mengalami merah khas. Sementara pada Covid-19 gejala tidak membuat muka merah.

Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Mulya Rahma Karyanti Sp.A(K) mengatakan, pada demam dengue yang dominan adalah demam kemudian sakit kepala dan batuk pilek yang lebih ringan daripada Covid-19.

''Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu infeksi terjadi di hari ke-3 sampai ke-6, itu masuk fase kritis yang bisa rawan di mana bisa meninggal kalau tidak diberikan cairan obat yang cukup,'' ujarnya.

Baca juga: Ketahui, Ini Kondisi Demam yang Perlu Diperiksakan ke Dokter

4. Fase demam berbeda

Pada Covid-19, penyakit yang biasa dikeluhkan adalah demam yang terjadi selama 5-7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak, serta saturasi oksigen yang menurun.

Gejala ini dianggap berat untuk kasus Covid-19 pada anak.

Sementara DBD memiliki fase demam dan fase kritis.

Fase demam terjadi dari hari pertama sampai hari ke-3, kemudian diikuti fase kritis antara hari ke-3 sampai ke-6, serta fase penyembuhan dari setelah hari ke-6.

Pada fase kritis di antara hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi kebocoran pembuluh darah yang dapat menyebabkan syok hipovolemik.

Penting untuk memastikan pasien mendapatkan cukup cairan demi menghindari keparahan, bahkan kematian.

''Pada saat memasuki fase kritis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian," kata Mulya.

Sedangkan pada Covid-19, demam bisa tinggi namun disertai gejala respirasi seperti batuk, pilek dan pasien merasa bertambah sesak.

"Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama, di sinilah saturasi oksigen bisa menurun,'' kata dr. Mulya.

Baca juga: Cara Mengetahui Tubuh Demam Tanpa Termometer

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com