Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Efek Buruk Blue Light pada Penampilan Kulit Wajah

Kompas.com - 22/06/2021, 14:39 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketergantungan menggunakan gadget membuat kita tak bisa terhindar dari risiko paparan sinar biru atau blue light.

Cahaya biru ini adalah High Energy Visible (HEV) dengan panjang gelombang pendek berenergi tinggi. Sifatnya berbeda dengan sinar UVA atau UVB yang bisa didapat dari paparan terik matahari namun efeknya tak kalah buruk.

American Academy of Ophthalmology menyebutkan, kita paling banyak mendapatkan dosis blue light dari sinar matahari. Namun kebiasaan menggunakan gawai yang semakin meningkat belakangan ini juga menambah intensitasnya. 

Shari Marchbein, dokter kulit bersertifikat di New York, Amerika Serikat mengatakan ketergantungan menggunakan ponsel, laptop, televisi dan berbagai perangkat digital lainnya menjadi kebiasaan yang buruk untuk kesehatan maupun kulit.

"Cahaya biru telah dilaporkan berkontribusi terhadap ketegangan mata serta katarak, glaukoma, dan penyakit mata lainnya," katanya seperti dikutip dari laman Allure.

Baca juga: Sering Memakai Gadget, Waspadai Efek Paparan Blue Light ke Kulit

Meski demikian, blue light tidak selamanya berdampak buruk pada manusia. Dalam jumlah yang tepat, cahaya biru ini mampu mengatur ritme sirkadian tubuh kita, siklus tidur dan bangun alami, meningkatkan suasana hati, membantu memori dan fungsi kognitif.

Asisten profesor klinis dermatologi di Fakultas Kedokteran Universitas New York ini mengatakan penting untuk memahami efek cahaya biru dan mengubah perilaku untuk menekan risiko buruknya.

Blue Light Memengaruhi Kulit secara Jangka Panjang

Intensitas blue light yang terlalu tinggi bisa menggangu kesehatan kulit dan tentunya mengganggu penampilan. Penelitian soal ini memang masih terbatas namun sejauh ini hasilnya menunjukkan kecenderungan akan efek buruknya.

Paparan sinar biru secara kumulatif dan jangka panjang dapat menyebabkan berbagai masalah kulit.

Marchbein menerangkan, sinar biru ini berkontribusi pada bintik-bintik coklat pada kulit dan hiperpigmentasi seperti melasma, dan mungkin untuk photoaging dan pemecahan kolagen, yang menyebabkan kerutan dan kelemahan kulit.

Baca juga: Wajah Masih Berisiko Terbakar Matahari Meski Pakai Masker, Kok Bisa?

IlustrasiSHUTTERSTOCK Ilustrasi

Jurnal di International Journal of Cosmetic Science juga menyebutkan, blue light dapat memengaruhi siklus tidur seseorang sehingga mengganggu ritme sirkadian sel-sel kulit.

Dampaknya, siklus regeneratif kulit bisa rusak sehingga berpotensi menyebabkan lebih banyak kerusakan kulit dari waktu ke waktu.

Sedangkan penelitian dalam Journal of Investigative Dermatology pada tahun 2010 menguraikan, mengekspos kulit dengan jumlah blue light yang kita dapatkan dari matahari menyebabkan lebih banyak pigmen, kemerahan, dan pembengkakan.

Dalam studi tersebut, efeknya hanya diamati pada orang dengan warna kulit lebih gelap, tetapi para peneliti mencatat bahwa pigmentasi juga bertahan lebih lama.

"Studi ini benar-benar membuat kami menyadari bahwa blue light menghasilkan perubahan kulit yang terlihat, termasuk kemerahan dan pigmentasi," kata Loretta Ciraldo, dokter kulit bersertifikat di Miami, AS.

Baca juga: Sunscreen Cegah Dampak Buruk Sinar Biru Gadget pada Kulit

Hal serupa juga dimuat dalam jurnal Oxidative Medicine and Cellular Longevity pada tahun 2015, paparan blue light dapat merangsang produksi radikal bebas di kulit, yang dapat mempercepat munculnya penuaan.

"Dermatologists memiliki bukti yang baik untuk menunjukkan bahwa cahaya tampak memicu kondisi kulit tertentu, seperti melasma, di mana kulit dirangsang untuk memproduksi lebih banyak pigmen," kata Marchbein.

Ada juga bukti bahwa saat cahaya biru menembus kulit, spesies oksigen reaktif dihasilkan, yang menyebabkan kerusakan DNA, sehingga menyebabkan peradangan dan kerusakan kolagen dan elastin yang sehat, serta hiperpigmentasi.

Baca juga: Tiga Langkah Mudah Menghilangkan Flek Hitam di Wajah

Menjaga Kulit dari Kerusakan Akibat Blue Light

Ciraldo mengaku menemukan sejumlah pola baru hiperpigmentasi pada pasiennya. "Saya melihat pola baru hiperpigmentasi pada beberapa pasien yang saya khawatirkan berasal dari mendekatkan ponsel ke wajah mereka," katanya.

Menurutnya, melasma sekarang lebih sering terjadi di sisi wajah daripada di pipi tengah. Selain itu, noda gelap bekas jerawat seringkali lebih buruk di sisi wajah tempat orang tersebut memegang ponselnya.

"Tampaknya, dalam kasus ini, ponsel yang berada tepat di atas permukaan kulit memberikan cahaya biru tingkat tinggi pada kulit," tandas Ciraldo.

Sayangnya, sampai saat ini belum ada penelitian yang menyebutkan dengan jelas soal ambang batas blue light yang direkomendasikan.

Baca juga: Seburuk Apa Cahaya Biru dari Gawai Hingga Lampu LED ke Mata

"Semakin banyak waktu yang kita habiskan di perangkat digital kita, semakin buruk kondisi kulit," kata Marchbein.

Ia menyarankan, jaga jarak setidaknya 12 inci atau sekitar 30 cm dengan layar dan ambil jeda istirahat secara berkala. Selain itu, penggunaan sejumlah produk kesehatan kulit juga bisa mengurangi efeknya.

Dianjurkan untuk tetap menggunakan tabir surya khususnya yang memiliki kandungan oksida besi dan antioksidan agar kulit terlindung dari paparan blue light.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com