Oleh: Riana Sahrani
BANYAK kritik dilontarkan pada para selebritas dan YouTuber yang mengumbar gaya hidup glamor.
Beberapa artis yang dikritik pun meradang dan mengatakan bahwa sah-sah saja mereka menunjukkan kekayaan dan kesuksesan mereka saat ini, toh yang mencari uang dan bekerja keras kan mereka sendiri, bukan orang lain.
Sanggahan mereka ini tentu saja tidak ada salahnya, benar malah! Jadi, apakah yang melihat konten mereka ini yang salah? Apakah ini salah masyarakat luas yang mengidolakan mereka?
Para selebritas atau YouTuber ini tentu saja tidak akan menjadi selebritas sukses apabila tidak ada masyarakat yang menonton konten mereka.
Tentunya para penonton ini berharga sekali kan? Karena dengan adanya para penonton yang men-subscribe dan like, serta menjadi follower, tentunya akan meningkatkan pundi-pundi kekayaan mereka.
Baca juga: Gaya Hidup Mewah Kylie Jenner yang Jadi Bahan Kritikan Netizen
Maka, menjadi miris apabila para pembuat konten glamor ini menyalahkan penontonnya sendiri yang justru berjasa untuk mereka.
Menurut saya, kita sebagai pembuat konten dan juga penonton harus mengevaluasi diri, mawas diri mengenai kejadian ini.
Pertama, untuk para pembuat konten, sebaiknya buatlah konten yang memang berguna, bermanfaat untuk orang banyak.
Bukan sesuatu yang membuat rakyat jelata sebagai penonton menjadi meneteskan air liur, karena membayangkan bagaimana bahagianya mereka apabila dalam posisi para selebritas ini. Hmmm...
Ada teori psikologi yang cukup dapat menggambarkan kondisi ini, yaitu teori imitasi dari Albert Bandura.
Jadi, menurut teori imitasi ini, biasanya anak-anak mencontoh apa saja yang dilakukan orang tuanya.
Hal ini tidak hanya terjadi pada anak manusia, tetapi juga pada anak binatang atau hewan.
Baca juga: Tanggapan Momo Eks Geisha Dikomentari Sering Pamer Harta
Wajar saja apabila anak-anak mengidolakan dan menirukan tingkah polah orang tuanya, baik dari ucapan maupun perilaku. Apalagi bila yang mencontohkan adalah tokoh idola mereka.
Begitu juga apabila yang menjadi follower para selebritas ini adalah anak-anak dan remaja, yang umumnya masih mencari identitas (menurut teori psikologi dari Erik Erikson).
Para orang dewasa juga masih dapat terjadi, terutama apabila mereka belum selesai dengan permasalahan identitas dan berkiblat pada para idola mereka.
Baca juga: Youtuber Ini Edit Foto Palsukan Liburan Keliling Eropa
Apakah para pembuat konten tega menjerumuskan para follower mereka, demi ketenaran dan materi?
Ini semua tergantung pada para pembuat konten itu sendiri. Saya tidak bisa memastikan satu-per satu, kecuali saya membuat penelitian tersendiri mengenai hal ini, atau mungkin dengan mewawancarai para selebritas atau pesohor tersebut.