Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skoliosis: Penyebab, Gejala, dan Cara Menyembuhkannya

Kompas.com - 28/06/2021, 18:49 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Skoliosis adalah kondisi tulang belakang yang tidak normal karena berbentuk melengkung seperti huruf C atau S.

Dokter Spesialis Orthopedi dan Traumatologi, Konsultan Tulang Belakang Eka Hospital BSD, dr Phedy, SpOT (K) Spine menyebutkan beberapa gejala skoliosis, antara lain:

  • Tubuh condong ke satu sisi.
  • Salah satu bahu lebih tinggi.
  • Salah satu tulang belikat lebih menonjol.
  • Tinggi pinggang tidak rata.

Beberapa orang juga merasa mudah pegal ketika beraktivitas dengan satu tangan. Salah satu yang mengalaminya adalah aktris Jessica Mila, yang mengalami skoliosis sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Ia mengaku sering merasa sangat pegal saat melakukan olahraga yang hanya melibatkan satu tangan, seperti tenis.

Baca juga: Jessica Mila Pernah Alami Skoliosis, Merasa Tulang Rusuk Kiri Menonjol

Mengenali gejala dapat membantu dokter mendiagnosa kondisi ini.

"Tentunya ada beberapa gejala yang dapat dilihat sehingga seseorang dapat didiagnosa mengidap skoliosis."

Demikian diungkapkan Phedy dalam Instagram Live bertajuk Scoliosis Awareness Month: Apakah Skoliosis Dapat Disembuhkan? bersama Eka Hospital, belum lama ini.

Ada beberapa faktor penyebab skoliosis, antara lain:

  • Skoliosis idiopatik: genetik, didapatkan di masa pertumbuhan.
  • Skoliosis degeneratif: akibat kerusakan bantalan dan tulang belakang yang aus seiring bertambahnya usia.
  • Skoliosis neuromuscular: akibat kerusakan jaringan saraf dan otot yang menyebabkan kelengkungan tulang belakang.
  • Skoliosis congenital: akibat pertumbuhan tulang belakang yang tidak normal ketika masih di dalam kandungan.

Baca juga: Hati-Hati, Perempuan lebih Rentan Skoliosis

Cara menyembuhkan skoliosis

Skoliosis dapat disembuhkan. Oleh karena itu, penderita tak perlu khawatir.

Ada berbagai metode penyembuhan yang dapat dipilih sesuai dengan tingkat keparahan kondisi.

"Penyakit skoliosis dapat disembuhkan tergantung tingkat keparahan dan gejala yang dirasakan oleh penderita, sehingga penting untuk melakukan pengecekan sedari dini sehingga tindakan akan dilakukan secara cepat dan tepat," ujarnya.

Penyakit ini tidak dapat disembuhkan dengan sendirinya tanpa bantuan dokter spesialis tulang.

Dokter nantinya perlu melakukan pengecekan lebih detil dari gejala yang dialami oleh pasien serta pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan yang didukung foto rontgen dan CT scan.

Kondisi ini dapat diobati dengan berbagai cara. Pada kasus ringan, misalnya, dapat dilakukan observasi karena tidak memerlukan pengobatan khusus.

Pasien biasanya akan disarankan melakukan olahraga untuk melenturkan dan menguatkan otot punggung.

Beberapa olahraga untuk penderita skoliosis ringan antara lain:

  • Berenang.
  • Pilates.
  • Yoga.
  • Pull up atau monkey bar, dan olahraga lainnya yang banyak melatih otot punggung agar lentur dan kuat.

Pilates adalah salah satu olahraga yang baik untuk menyembuhkan skoliosis ringan.FREEPIK/YANALYA Pilates adalah salah satu olahraga yang baik untuk menyembuhkan skoliosis ringan.
Pengobatan lainnya adalah dengan melalui metode orthosis (brace) yang diindikasikan pada skoliosis dengan kelengkungan antara 35-45 derajat dan tulang yang belum matang pertumbuhannya.

Pada kondisi tulang yang sudah matang, atau kelengkungan lebih 45 derajat, brace tidak banyak berguna. Oleh karena itu, bagi mereka dapat dilakukan tindakan operasi.

Operasi skoliosis adalah operasi besar pada tulang belakang dengan risiko kematian dan kelumpuhan.

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, risiko kematian dan kelumpuhan tersebut dapat ditekan bahkan hingga mendekati 0 persen.

Misalnya, kini tersedia alat navigasi dan robotic spine yang berfungsi memandu dokter bedah dalam memasukkan screw pada saat operasi.

Alat ini memungkinkan operasi skoliosis dengan teknik minimal invasif atau operasi dengan luka sayatan yang lebih kecil serta risiko pendarahan yang lebih minim sehingga dapat mengurangi kebutuhan transfusi darah.

Saat ini juga telah tersedia alat monitoring saraf yang dapat memantau kondisi saraf selama operasi berlangsung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com