Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Kesepian pada Remaja dan Cara Mengatasinya

Kompas.com - 07/07/2021, 15:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

Oleh: Abigail Theodora Tanzil, Monty P Satiadarma, Roswiyani

DAMPAK pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini tidak hanya berpengaruh pada kesehatan fisik, melainkan juga kesehatan mental remaja.

Pandemi Covid-19 telah memengaruhi hampir setiap aspek dalam kehidupan, termasuk aktivitas harian masyarakat, terutama kelompok anak dan remaja.

Ini terjadi karena adanya penerapan physical distancing, yang juga memengaruhi kehidupan sosial remaja, di mana banyak kegiatan yang dilakukan secara daring, salah satunya kegiatan belajar (sekolah).

Jika biasanya remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman dan aktivitas di sekolah atau di luar rumah, kini terpaksa berada di rumah dalam waktu yang belum diketahui sampai kapan.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada beberapa remaja, mereka awalnya merasa senang karena tidak perlu berangkat ke sekolah, merasa sedang libur sekolah, dan memiliki banyak waktu untuk bersantai di rumah.

Tetapi seiring berjalannya waktu mereka mulai merasa bosan, tidak bisa bertemu teman-teman, dan karena biasanya mereka bertemu secara langsung untuk mengobrol atau bermain, di situasi sekarang hal itu tidak dapat dilakukan.

Mereka merasa semakin jauh dengan teman-temannya, merasa kesepian karena merasa hubungannya dengan teman-teman lain tidak berjalan sesuai dengan yang mereka harapkan.

Kondisi ini dapat disebabkan karena situasi pandemi ini menerapkan pembatasan sosial yang menimbulkan perasaan terbelenggu secara sosial, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap mental remaja.

Padahal dalam masa remaja, faktor sosial merupakan hal yang penting dalam perkembangan remaja, yakni masa transisi perkembangan yang merupakan bentuk konstruksi sosial yang saling bertautan (Papalia, 2009).

Perasaan-perasaan yang timbul itu ada karena kita adalah mahkluk sosial yang punya naluri alami untuk hidup bersosialisasi, tetapi karena adanya pandemi ini membuat diri kita terbelenggu secara sosial dan tidak bisa berbuat apa-apa,

Survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga menunjukkan bahwa isu yang paling banyak ditemui selama masa pandemi ini salah satunya adalah loneliness atau isolation.

Hal ini dapat terjadi karena perasaan terbelenggu secara sosial dapat memicu seseorang mengalami kesepian.

Perasaan kesepian dapat membuat seseorang mengalami perasaan yang tidak menyenangkan yang berpengaruh pada kesehatan mentalnya.

Satiadarma (2004) mengungkapkan bahwa kesepian bukan semata-mata disebabkan oleh kesendirian fisik melainkan lebih disebabkan oleh perasaan ditinggalkan, khususnya oleh mereka yang sebelumnya memiliki kedekatan secara emosional.

Kesendirian merupakan kondisi di mana seseorang terpisah dari lingkungannya (misalnya, sendiri dalam kamar atau ruang kerja).

Adapun kesepian menyangkut kondisi internal seseorang yang tidak mudah diidentifikasi hanya dengan kehadiran atau ketidakhadiran orang lain.

Individu yang kesepian merasa terisolasi, mengalami tekanan, dan tidak puas dengan hidupnya.

Perasaan-perasaan tersebut muncul karena berbagai alasan dan tentu saja berbeda setiap individu.

Tetapi ketika kita seringkali merasa sendirian (being alone) atau merasa terisolasi dari sosial, perasaan kesepian dapat timbul. Sehingga masa pandemi ini dapat memicu seseorang mengalami kesepian.

Baca juga: Kesepian Bisa Membunuhmu, Ini Penjelasannya

Penyebab kesepian

Menurut Peplau dan Perlman, kesepian disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor personal dan faktor situasional.

Faktor personal mengacu pada karakteristik individu, seperti malu, introvert, atau memiliki kemampuan sosial yang kurang memadai.

Karakteristik personal yang rentan ini menyebabkan individu memiliki ketertarikan yang minim dan mengurangi kesempatan untuk terlibat dalam relasi sosial.

Adapun faktor situasional mengacu pada kondisi lingkungan dan budaya individu yang membatasi relasi sosial individu dengan oranglain, seperti lingkungan tempat tinggal yang terpencil, budaya individualism, dan sebagainya. Dan 2 faktor ini saling berkaitan satu sama lain.

Menurut Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm, 2002), terdapat beberapa alasan situasional yang menyebabkan individu cenderung merasa kesepian, yaitu:

  1. Being unattached terjadi saat individu tidak memiliki pendamping, seperti tidak memiliki pasangan, tidak memiliki partner seksual, dan juga putusnya hubungan dengan seseorang yang dicintai.
  2. Alienation merupakan kondisi yang mengacu pada perasaan berbeda dari lingkungan, merasa tidak dimengerti, merasa tidak dibutuhkan, dan tidak memiliki teman.
  3. Being alone merupakan kondisi kesendirian misalnya tinggal sendirian di dalam sebuah rumah tanpa adanya teman.
  4. Force isolation mengacu pada keadaan di mana individu terpaksa terpisah dari keluarga atau lingkungannya. Misalnya karena dirawat di rumah sakit atau tidak memiliki/jauh dari sarana transportasi.
  5. Faktor terakhir, dislocation, merupakan kondisi yang dialami individu ketika berpindah ke tempat yang baru. Hal ini terjadi ketika individu tinggal jauh dari rumah, memulai pekerjaan atau pendidikan ditempat yang baru, berpindah tempat tinggal terlalu sering.

Dampak kesepian

Kesepian mampu mempengaruhi kondisi kesehatan individu seperti memiliki tekanan darah yang lebih tinggi, depresi, serta mencapai tingginya tingkat kematian ( Windle, et al., 2011).

Individu yang kesepian memandang berbagai hal lebih negatif dibandingkan dengan individu yang tidak kesepian (Jones, dalam Berk, 2007).

Mereka cenderung menyalahkan diri sendiri ketika hubungan sosial yang diharapkan tidak tercapai, mereka juga memiliki nilai yang rendah dalam kemampuan sosial, optimisme, mood positif, dukungan sosial, dan self esteem (Baumeister & Vohs, 2007).

Baca juga: Kesepian Dapat Melemahkan Kekebalan Tubuh, Begini Cara Mengatasinya

Cara mencegah atau mengatasi

Terdapat beberapa tips yang dapat dilakukan untuk membantu diri kita mencegah atau mengatasi perasaan tidak menyenangkan yang dapat mengganggu kesehatan mental kita (Unicef:Voice of Youth, 2019), yaitu:

  1. Lakukan kegiatan yang baik untuk tubuh dan pikiran. Karena tubuh dan pikiran kita terhubung satu sama lain, maka lakukanlah hal-hal yang baik untuk tubuh dan pikiran, seperti misalnya tetap aktif dengan berolahraga sederhana, makan dengan teratur, tidur dengan teratur, dan menemukan hal-hal positif yang membuat kamu bahagia ketika melakukannya seperti misalnya bernyanyi, mendengarkan musik, membaca, dan melakukan hobi lainnya.
  2. Tetap berhubungan dengan keluarga dan teman. Sekalipun kita tidak bisa bertemu secara langsung, tetapi kamu dapat menggunakan media sosial atau teknologi yang ada untuk dapat tetap terhubung dengan orang-orang terdekat kamu, misalnya melalui email, panggilan telepon, panggilan video, atau mungkin kamu bisa mencoba menulis surat yang dapat memicu kreativitas.
  3. Mencoba memahami perasaan sendiri. Penting untuk memahami bagaimana perasaan diri sendiri, jangan diabaikan. Terkadang menuliskan perasaanmu dalam sebuah buku diary dapat membantu untuk menggambarkan perasaanmu yang sebenarnya. Ini mungkin terlihat sederhana, tetapi kamu dapat mulai mencobanya, atau kamu juga dapat menuliskan sebuah jurnal bersyukur (gratutide journal). Misalnya dimulai dengan "saya merasa … sekarang", dan tidak apa untuk tidak merasa baik-baik saja, karena kita tidak harus selalu merasa senang, terkadang ketika kita merasa sedih, kita bisa menuangkannya juga kedalam tulisan seperti "saya merasa khawatir dan takut, tapi itu tidak berarti saya tidak dapat mengatasinya”.
  4. Breathing exercise. Latihan pernafasan adalah salah satu cara untuk menenangkan tubuh saat kita mengalami perasaan seperti takut, khawatir, marah, atau perasaan tidak nyaman lainnya. Pejamkan mata kamu dan pikirkan tempat yang tenang. Bayangkan diri kamu sedang berada disana dan merasa rileks, lalu coba untuk mulai mengatur pernafasan kamu dengan sederhana seperti inhale-exhale.

Baca juga: 12 Hal yang Bisa Dilakukan Ketika Kesepian

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com