Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Ungkap Alasan Penyintas Covid-19 Tetap Harus Divaksin

Kompas.com - 08/07/2021, 17:01 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Seorang penyintas Covid-19 akan memiliki antibodi terhadap virus yang menyerangnya. Namun, para seseorang yang sudah terinfeksi Covid-19 tetap harus divaksin. Mengapa demikian?

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi sekaligus Ketua Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia, Prof Dr dr Iris Rengganis, SpPD-KAI menjelaskan, pada tubuh penyintas Covid-19, antibodi memang akan terbentuk secara otomatis.

Namun, antibodi tersebut tidak bertahan lama dan akan mulai menurun sekitar 3 bulan setelahnya.

Untuk mencegah tubuh terinfeksi kembali atau reinfeksi, maka seorang penyintas harus tetap mendapatkan vaksin Covid-19.

"Antibodi hanya bertahan sampai 3 bulan, paling lama 8 bulan. Tapi 3 bulan sudah mulai menurun, karena itu tetap dianjurkan harus divaksinasi untuk mencegah reinfeksi."

Demikian diungkapkan Iris dalam Dialog Kabar Kamis KPCPEN yang bertajuk "Prokes Diperketat Saat PPKM Darurat" di kanal YouTube FMB9ID_IKP, Kamis (8/7/2021).

Lalu, mengapa penyintas Covid-19 perlu menunggu 3 bulan untuk mendapatkan vaksinasi? Iris menjelaskan, hal itu dilamukan demi pemerataan vaksinasi sehingga kekebalan kelompok (herd immunity) dapat segera tercapai.

"(Divaksin) 2 bulan, sebulan, boleh enggak? Boleh kalau orang itu sehat, tidak ada long Covid. Tapi masalahnya kita kan mau herd immunity, pemerataan vaksin untuk semuanya."

"Karena itu, dianggap 3 bulan dulu, (antibodi) sudah mulai menurun baru dia vaksinasi supaya yang lain bisa kebagian. Sementara penyintas ini kan masih punya imunitas yang alamiah," jelasnya.

Baca juga: Cegah Penularan Covid-19, Perlukah Pakai Masker di Rumah?

Perlukah cek antibodi setelah vaksinasi?

Kemudian, muncul pertanyaan perlukah cek antibodi setelah divaksin Covid-19?

Menurut Iris, pengujian antibodi tak diperlukan karena tidak ada gold standard atau standar baku emasnya.

Sebab, pemeriksaan antibodi perlu dilakukan di laboratorium tingkat tinggi yang jumlahnya terbatas.

Sementara laboratorium swasta memeriksa antibodi dengan metode berbeda sehingga hanya dapat mengukur sebagian saja.

Kondisi ini dapat menunjukkan antibodi yang rendah pada seseorang yang baru divaksin. Padahal, metode pemeriksaannya memang berbeda. Hal ini pada akhirnya dapat menimbulkan kerancuan di masyarakat.

Apalagi terkadang antibodi pada penyintas Covid-19 lebih tinggi daripada antibodi orang yang baru divaksin.

"Ini kemarin jadi heboh kok yang baru vaksin rendah semua, jangan-jangan vaksinnya enggak berguna. Padahal antibodi yang terukur tidak semua, hanya sebagian karena metodenya hanya bisa itu," paparnya.

Oleh karena itu, lanjut Iris, Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menganjurkan untuk tak perlu dilakukan pemeriksaan antibodi sebelum dan sesudah vaksinasi karena itu bukan merupakan standar baku emas.

"Kalau ingin tahu silakan enggak apa-apa. Tapi tidak usah khawatir kalau itu rendah karena hanya sebagian yang terdeteksi," tuturnya.

Baca juga: Catat, 5 Cara Cegah Penularan Covid-19 di Lingkungan Rumah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com