Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai, 11 Tanda Pertemanan Toksik yang Tak Boleh Diabaikan

Kompas.com - 14/07/2021, 09:10 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Sama seperti relasi lainnya, relasi pertemanan juga perlu diupayakan. Dalam perjalanannya, pertemanan tentu juga diwarnai berbagai macam emosi, suka cita, hingga argumen.

Namun pada akhirnya, pertemanan seharusnya tetap memberikan kita rasa nyaman dan kebahagiaan.

Nah, berbeda cerita jika relasi pertemanan yang kita jalani adalah pertemanan toksik yang cenderung merugikan kita daripada memberi manfaat positif.

Konselor kesehatan mental berlisensi dari Humantold, Lisa Siclari menjelaskan bahwa pertemanan yang sehat tak hanya baik bagi kita, tetapi sangat diperlukan.

"Pertemanan yang baik sangat penting untuk perkembangan diri kita sebagai individu sekaligus untuk bertahan hidup sebagai manuisa," ujarnya, seperti dilansir HelloGiggles.

Ia menambahkan, penting untuk mengelilingi diri kita dengan orang-orang yang selalu memberikan dukungan dan bersedia berbagi cerita tentang naik-turunnya kehidupan.

Di sisi lain, pertemanan toksik akan menahan diri kita dan membuat kita tak mendapatkan dukungan emosional yang dibutuhkan.

Baca juga: Punya Banyak Teman Bisa Bikin Sehat

Lalu, bagaimana kita mengenali relasi pertemanan yang dianggap toksik? Berikut ciri-ciri pertemanan toksik yang bisa kita perhatikan:

1. Sering bertengkar atau mengalami konflik

Sebetulnya, argumentasi adalah hal yang wajar dalam relasi apapun. Namun, ada perbedaan antara argumentasi yang sehat dan tidak sehat.

Relasi pertemanan yang sehat bisa saja melibatkan ketidaksetujuan, perbedaan opini, hingga pandangan dan nilai tetapi semua itu tak membuat diri kita sebagai individu diserang atau dihakimi.

Sementara pada relasi pertemanan toksik, argumentasi sering kali terasa lebih personal, penuh dengki, dan tidak produktif.

2. Tak semangat bertemu mereka

Konselor kesehatan mentl berlisensi dari Empower your Mind Therapy, Alyssa Mairanz mengatakan, tanda lainnya adalah ketika kita merasa takut saat mendapatkan pesan dari mereka atau berencana menemui mereka.

Ini bisa menjadi indikasi bahwa pertemanan tersebut malah membuat kita merasa lemah alih-alih mendapatkan dukungan dan kekuatan dari lingkaran pertemanan tersebut.

Baca juga: Ketahui, 5 Tanda Teman Tidak Dapat Dipercaya

3. Mengungkapkan rahasia kita kepada orang lain

Kepercayaan adalah hal penting dalam relasi pertemanan. Seorang teman yang menceritakan rahasia temannya ke orang lain sama saja dengan merusak kepercayaan itu.

Mairanz menyarankan kita untuk memerhatikan jika teman kita suka menceritakan rahasia orang lain pada kita. Sebab, ada indikasi dia juga menceritakan rahasia-rahasia kita ke orang lain.

Dalam pertemanan yang sehat, kita seharusnya merasa aman membagikan informasi yang rentan dan rahasia, serta merasa aman karena teman kita akan menghargai apapun yang kita ceritakan.

4. Tidak merayakan keberhasilan kita

Siclari menjelaskan, sebuah pertemanan toksik melibatkan seseorang yang tidak suka melihat temannya lebih baik dari dia.

Ketika berada dalam lingkup pertemanan seperti itu, kita mungkin merasa ada banyak rasa iri di dalam relasi tersebut sehingga kita tidak bisa membagikan kesuksesan atau aspek lain dalam hidup kita.

5. Tidak memberikan kembali dukungan emosional

Relasi pertemanan yang sehat memiliki keseimbangan dalam "memberi dan mendapatkan".

Maksudnya, kita harus merasa bahwa teman kita akan ada ketika kita membutuhkan dukungan emosional mereka dan kita juga harus berupaya untuk terus ada untuknya ketika dibutuhkan.

Dalam pertemanan toksik, kita sering kali merasa memberi terlalu banyak daripada yang kita dapatkan.

Baca juga: Diskusi Kehidupan Seks dengan Teman, Apa Ruginya?

6. Ada kekuatan yang tidak seimbang

Prinsip "memberi dan mendapatkan" tak hanya diaplikasikan untuk kebutuhan emosional, tapi aspek-aspek lainnya dalam pertemanan.

Misalnya, apakah teman kita sering berbicara dulu pada kita atau selalu membuat keputusan tanpa melibatkan diri kita? Apakah teman kita selalu meminta bantuan tapi tak pernah ada ketika kita memerlukannya?

Jika ya, maka tidak ada keseimbangan dalam relasi pertemanan kita.

7. Tak punya waktu untuk kita

Kesibukan adalah hal yang normal dan itu tentu memengaruhi frekuensi untuk bertemu teman-teman kita.

Namun, Siclari mengingatkan bahwa pertemanan adalah tentang kualitas, bukan kuantitas.

Mungkin kita memang tidak bertemu teman kita setiap hari seperti dulu. Tapi, pertemanan yang sehat menunjukkan semua orang yang terlibat dalam pertemanan selalu berusaha untuk menjaga relasi satu sama lain.

Jika tak ada waktu bertemu, bisa melalui telepon atau mengirim pesan singkat mingguan, atau sekadar bertemu di sore hari untuk ngopi bersama.

Pada pertemanan yang sehat, kita dan teman kita selalu berusaha meluangkan waktu di tengah kesibukannya.

8. Ingin mengalahkan kita

Alih-alih memberikan dukungan, teman yang toksik justru selalu ingin melampaui capaian kita dan iri dengan yang kita miliki.

"Kecemburuan dan rendahnya kepercayaan diri sering kali punya peran besar dalam sikap kompetitif seseorang dan karakter tidak sehat dalam pertemanan," kata Siclari.

Oleh karena itu, penting untuk memiliki teman yang mau menjaga relasi pertemanannya dengan kita dan selalu ingin melihat kita berhasil.

Baca juga: Perlukah Banyak Teman Agar Bisa Bahagia?

9. Tidak menghormati batasan

Batasan sangatlah penting dalam sebuah relasi pertemanan. Jika teman kita terus-menerus mendorong batasan tersebut dan membuat kita malah merasa tertekan untuk melakukan hal-hal yang tidak ingin kita lakukan, maka tandanya tidak ada dasar dari rasa hormat dalam pertemanan tersebut.

Misalnya, mereka memaksa kita untuk minum, sementara kita tidak menyukainya.

10. Cemburu dengan orang lain di hidup kita

Dalam relasi yang sehat, kita seharusnya bisa memiliki beberapa teman tanpa mengganggu satu lingkaran pertemanan.

Namun, pada relasi pertemanan yang toksik, teman kita itu mungkin malah memberikan komentar-komentar negatif tentang teman kita yang lain dan menunjukkan seolah mereka tidak mau kita menghabiskan waktu dengan orang lain selain mereka.

Contoh perilaku cemburu dan posesif tersebut adalah karakter dari sebuah pertemanan toksik.

11. Merasa diri kita buruk setelah bertemu mereka

Mairanz menjelaskan, pertemanan yang baik seharusnya membuat kita merasa percaya diri, dicintai, diapresiasi, dan secara umum membuat kita merasa lebih baik terhadap diri sendiri.

Sebaliknya, setelah menghabiskan waktu dengan teman-teman yang toksik, kita malah merasa lelah, merasa diri kita buruk, atau bahkan marah.

Jika kita merasa jauh lebih bahagia sebelum bersama mereka, maka artinya pertemanan itu adalah pertemanan tidak sehat.

Baca juga: Kenali 3 Ciri-ciri Teman yang Ternyata Musuh dalam Selimut

Lalu, apa yang harus kita lakukan?

Memutuskan relasi pertemanan memang sangat menyakitkan dan bisa sulit untuk dihadapi, terutama jika masalahnya berkembang menjadi semakim buruk.

Cara terbaik untuk move on dari pertemanan toksik adalah mengevaluasi apa saja yang bisa kita lakukan secara efektif untuk membuat relasi tersebut lebih sehat

Menurut Mairanz, cara terbaik untuk mengenalinya adalah mengevaluasi bagaimana membuat relasi tersebut lebih sehat, saling mendukung, dan mengomunikasikan apa yang kita butuhkan. Setelah itu, lihatlah bagaimana teman kira bereaksi.

Jika mereka terbuka dengan masukan, maka relasi tersebut layak untuk dipertahankan.

Namun, jika mereka malah terlihat melindungi dirinya dan beralasan, maka lebih baik kita memprioritaskan waktu untuk teman lain yang lebih membutuhkan kita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com