KOMPAS.com – Di era serba cepat kini, kita dituntut untuk selalu siap, bekerja lebih keras, dan tidak pernah tenang. Setegar apa pun seseorang, mungkin pada akhirnya dapat merasa stres dan lelah.
Rasa stres yang tidak dikelola lama-lama bisa bertransformasi menjadi kelelahan emosional, suatu perasaan lelah secara emosional akibat tekanan berat dari pekerjaan, kebutuhan pribadi, dan masalah yang dibiarkan berlarut-larut.
Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka mengalami kelalahan emosional. Padahal, kelelahan emosional bisa mengganggu kehidupan sehari-hari jika dibiarkan.
Baca juga: 5 Cara Orang Sukses Atasi Kelelahan Fisik dan Emosional
Jadi, hati-hatilah jika kita mengalami enam gejala berikut.
Hal kecil membuat kita kesal
Saat mencapai titik dimana setiap perasaan negatif terasa membuat kita tidak mampu menghadapi masa depan, inilah tanda bahwa kita mengalami kelelahan emosional.
Sayangnya, banyak orang mengira bahwa itu merupakan tanda dari kurangnya kemauan atau usaha.
Terlalu sensitif
Terlalu sensitif tidak selalu tanda kita memiliki reaksi berlebihan akan sesuatu. Namun, terkadang ini berarti bahwa secara tidak sadar kita telah berada di titik puncak kelelahan emosional kita.
Baca juga: Orangtua Harus Tahu, Ini Efeknya Jika Terlalu Sering Marah pada Anak
Merasa “kalah”
Salah satu tanda kelelahan emosional adalah melihat segala hal dengan perspektif "all-or-nothing.” Hal ini disebabkan karena kita sudah menyerah pada keputusasaan. Jika mengalami ini, tandanya kita telah dikuasai emosi negatif.
Tidak memiliki keinginan untuk maju
Ketika mengalami kelelahan emosional, membayangkan bagaimana cara untuk terus melangkah maju terasa mustahil. Sebab, kita mungkin terus menerus mencoba menjawab pertanyaan di benak kita tanpa mendapat jawaban yang jelas.
Baca juga: Mudah Ditiru, Ini 6 Cara Para Orang Sukses Atasi Stres Kerja
Terlalu atau tidak ekspresif sama sekali
Ketika mencoba mengekspresikan diri atau bicara tentang emosi diri, respons kita sangat ekstrem. Menangis berjam-jam atau tidak ingin menangis sama sekali, misalnya.
Namun, kita perlu mengakui bagaimana perasaan kita untuk memahami cara menanggapi suatu perasaan.
Tidak ingin “terpicu”
Hal ini umumnya disebabkan karena pengendalian emosi yang rendah. Kita terus menerus berpikir bahwa kita tidak akan mampu mengendalikan pikiran, perkataan, dan perilaku orang-orang di sekitar kita.
Baca juga: Bisakah Mengubah Sikap Pesimis Menjadi Optimis?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.