Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/07/2021, 17:36 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Olimpiade Tokyo 2020 digelar di tengah menguatnya isu pemberdayaan perempuan dan kesamaan gender di dunia.

Tentunya, hal ini berpengaruh pada teknis pelaksanaan, termasuk soal jumlah atlet berjenis kelamin wanita dan juga anggota komiten yang berpartisipasi.

Dalam pesta olahraga empat tahunan ini, sebanyak 49 persen atlet adalah perempuan, hingga menjadikan ajang ini memiliki gender paling seimbang dalam sejarah.

Selain itu, setidaknya ada perwakilan satu wanita untuk satu pria pada 206 Komite Olimpiade Nasional yang terlibat dalam acara ini.

Baca juga: Melirik Seragam Modis Milik 8 Negara di Olimpiade Tokyo 2020

Fakta tersebut menjadi penting karena menandai tonggak keseimbangan gender dalam dunia olahraga, hal yang masih jarang ditemui.

Para perempuan atlet maupun anggota komite menjadi bukti bahwa kaum hawa juga memiliki nilai kerja tim, kemandiaan, dan ketahanan.

Selain olahragawan yang kini berlaga di olimpiade, berikut ini adalah sejumlah wanita atlet yang mampu mendobrak hambatan gender.

  • Malak Abdelshafi, atlet renang Paralimpiade dari Mesir

Malak Abdelshafi, atlet renang paralimpiade asal Mesir Malak Abdelshafi, atlet renang paralimpiade asal Mesir

Malak adalah atlet renang difabel asal Mesir yang bakal berlaga di Paralimpiade Tokyo.

Bocah berusia 17 tahun ini sudah dikenal karena prestasinya yang luar biasa termasuk memenangi 39 medali nasional dan enam internasional.

Ia mengalami cedera tulang belakang parah akibat kecelakaan ketika berusia 10 bulan, sehingga membuatnya lumpuh sebagian.

Malak kecil harus berenang sebagai hidroterapi, karena pengguna kursi roda biasanya perlu menjaga sirkulasi darah.

Selama sesi terapi itu, pelatihnya menganggap ia berbakat untuk menjadi atlet dan mendoronganya mengikuti sejumlah kejuaraan.

Malak masuk dalam tim nasional renang paralimpiade Mesir tahun 2014 lalu.

Baca juga: Tim Angkat Besi AS Bawa Ahli Tidur ke Olimpiade Tokyo, Apa Perannya?

“Tidak ada yang bisa menghentikan kami karena kami perempuan. Kita semua manusia dan tidak ada perbedaan antara perempuan atau laki-laki." ujar dia.

  • Kathely Rosa, pelatih sepakbola Brasil

Kathely Rosa, calon pelatih sepakbola wanita asal Brasil Kathely Rosa, calon pelatih sepakbola wanita asal Brasil

Kathely menyukai sepakbola dan bermimpi menjadi pemain profesional sejak kecil. Namun -sayang, dia tidak pernah mendapatkan akses karena dia perempuan.

Ketika mencoba bermain dengan anak laki-laki, ia ditolak dan hanya diizinkan menonton.

Ia lalu memutuskan untuk melatih dirinya sendiri dengan menonton video di internet dan mempelajari taktik sambil berlatih sendiri.

Pada Februari 2020, ia mengikuti program One Win Leads to Another (OWLA), kerjasama UN Women dan Komite Olimpiade Internasional yang menyediakan sesi latihan olahraga dan keterampilan hidup mingguan untuk putri remaja.

Kathely kemudian bertemu Marta Vieira da Silva, pemain sepakbola wanita Brasil sekaligus UN Women Goodwill Ambassador yang menginspirasinya untuk tetap bermimpi.

“Saya akan lulus, menjadi pelatih dan membuat tim sepakbola wanita dengan gadis-gadis dari favela."

"Ada banyak gadis dengan begitu banyak bakat. Mereka hanya perlu dilatih dengan benar,” demikian tekadnya.

  • Anita Karim, wanita petarung Mix Martial Arts (MMA) pertama Pakistan

Anita Karim, petarung Mis Martial Arts (MMA) wanita satu-satunya di Pakistan Anita Karim, petarung Mis Martial Arts (MMA) wanita satu-satunya di Pakistan

Olahraga mixed martial arts memang bukan cabang yang biasanya digeluti oleh para wanita, khususnya di Pakistan.

Baca juga: 3 Pasangan Sesama Jenis yang Berjuang Bersama di Olimpiade Tokyo

Namun hal ini tidak menghentikan Anita Karim, wanita berusia 24 tahun, mengembangkan karier profesionalnya.

Ia merupakan satu-satunya wanita di antara lebih dari 300 petarung Mix Martial Arts (MMA) profesional di Pakistan.

Anita berasal dari keluarga MMA di Islamabad, yang mengajarinya, melatihnya, dan terus mendukungnya hingga sukses saat ini.

Menurut dia, selama ini perempuan dianggap lemah, rentan sehingga kerap merasa takut, sulit untuk maju karena khawatir akan menghadapi pelecehan.

"MMA telah mengajari saya kepercayaan diri dan juga membuat saya cukup kuat untuk bersaing di tingkat global."

"Kemampuan ini juga mengajari saya strategi untuk melindungi diri saya sendiri dalam situasi sulit apa pun,” kata dia.

  • Khadija Timera, petinju dan pengacara Senegal

Khadija Timera adalah petinju sekaligus pengacara asal Senegal Khadija Timera adalah petinju sekaligus pengacara asal Senegal

Khadija Timera besar di lingkungan kelas pekerja di Paris sebelum mendapatkan beasiswa untuk kuliah hukum di University of California, Berkeley, AS.

Ia lulus menjaid pengacara dan bekerja di firma hukum top dunia sebelum memulai karier sebagai petinju.

Ia mengikuti kejuaraan tinju pertama kali pada 2019, berpartisipasi dalam kejuaraan Afrika di Cabo Verde dan memenangkan medali emas untuk Senegal.

Ia juga terlibat advokasi kekerasan berbasis gender karena, menurut dia, perempuan dan anak-anak di Senegal rentan dan karenanya harus dilindung.

“Masyarakat perlu menjadi sadar bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara dan saling melengkapi."

"Saya juga berpikir bahwa perempuan sendiri harus menyadari bahwa mereka memiliki kekuatan nyata; mereka harus belajar untuk mempercayai diri mereka sendiri," ujar dia.

  • Aizhan Alymbai Kyzy, pecatur Kirgistan

Aizhan Alymbai Kyzy, pecatur wanita asal Kirgistan Aizhan Alymbai Kyzy, pecatur wanita asal Kirgistan

Aizhan Alymbai Kyzy adalah pecatur wanita berusia 26 tahun dari Kirgistan.

Dia menjadi anggota tim nasional sejak dia berusia 15 tahun, dan menduduki posisi ketiga di Asian Rapid Chess Championship.

Meskipun wanita pecatur sudah cukup dihargai di Indonesia, hal serupa belum berlaku di Kirgistan.

Aizhan mengatakan, kejuaraan catur Kirgistan menawarkan hadiah uang yang besarnya separuh dari jumlah uang tunai untuk juara pria.

Selain itu, banyak pria yang berpartisipasi dalam turnamen wanita, sehingga kesempatannya menjadi lebih sedikit.

"Saya ingin menjadi panutan bagi gadis-gadis lain. Bermain catur memberdayakan, memuaskan diri, dan membuat kita menyadari bahwa segala sesuatu mungkin terjadi."

"Masyarakat perlu menciptakan lingkungan yang mendukung pemberdayaan perempuan dalam olahraga dan seterusnya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com