Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/07/2021, 12:25 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber Nature

KOMPAS.com - Covid-19 varian delta disebut lebih berbahaya karena viral load yang jauh lebih tinggi, dan masa inkubasi yang amat singkat.

Penelitian terbaru ahli epidemiologi Jing Lu di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Provinsi Guangdong di Guangzhou, China membuktikan kesimpuan itu.

Disebutkan, viral load orang yang terinfeksi varian delta hingga 1.260 kali lebih tinggi dibandingkan orang yang terinfeksi virus Corona "asli".

Selain itu diketahui pula, virus pertama kali terdeteksi pada orang dengan varian Delta empat hari setelah terpapar.

Baca juga: Varian Delta Merebak, Otoritas AS Kembali Serukan Penggunaan Masker

Durasi ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata enam hari di antara orang dengan varian Covid-19 pertama.

Artinya, virus varian Delta bereplikasi jauh lebih cepat dibandingkan jenis pertama.

Hal ini berdasarkan pengamatan viral load, ukuran kepadatan partikel virus dalam tubuh, kepada 62 peserta penelitian yang terinfeksi strain Delta.

Peneliti melakukan pengamatan harian selama pasien terinfeksi untuk melihat pola perubahannya dari waktu ke waktu.

Para peneliti kemudian membandingkan pola infeksi peserta dengan 63 orang yang tertular virus SARS-CoV-2 asli pada tahun 2020.

Temuan ini menjawab alasan mengapa varian Delta menjadi lebih berbahaya dan lebih mudah menyebar. Sebab, orang yang terinfeksi menghasilkan lebih banyak virus.

Benjamin Cowling, ahli epidemiologi  di University of Hong Kong mengatakan, kombinasi virus dalam jumlah besar dan masa inkubasi yang singkat menjadi alasan yang masuk akal untuk penularan varian Delta yang lebih masif.

Baca juga: 5 Fakta Covid-19 Varian Delta Plus, Sudah Terdeteksi di Indonesia

Banyaknya virus di saluran pernapasan berarti bahwa peristiwa superspreading cenderung menginfeksi lebih banyak orang, sehingga lebih cepat menyebarkan virus setelahnya.

Aspek lainnya, inkubasi yang singkat membuat pelacakan kontak lebih sulit di negara-negara, seperti China, yang secara sistematis melacak kontak setiap orang yang terinfeksi dan mengharuskan mereka untuk dikarantina.

“Menggabungkan semuanya, Delta sangat sulit dihentikan,” kata Cowling.

Peneliti genetika Emma Hodcroft di University of Bern, Swiss juga setuju dengan mekanisme tersebut.

Dugaannya, perkiraan perbedaan yang tepat dalam viral load antara Delta dan strain asli cenderung berubah karena lebih banyak ilmuwan mempelajari virus di berbagai populasi.

Baca juga: Covid-19 Varian Delta Disebut Virus Paling Menular

Meski demikian, belum ada jawaban apakah Delta dapat menyebabkan gejala yang jauh lebih parah atau seberapa "lihai" varian ini menghindari sistem kekebalan tubuh manusia.

Menurut Cowling, akan lebih banyak data bisa dikumpulkan apabila penelitian melakukan pengamatan mendalam pada populasi orang yang terinfeksi Delta, dan varian lain yang lebih luas dan beragam.

Virus ini mengejutkan kami,” kata Cowling.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Nature
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com