Oleh: Dr Raja Oloan Tumanggor dan Agoes Dariyo, MPsi
SEMENJAK pandemi Covid-19 merebak di seluruh dunia, termasuk Indonesia, pemerintah mencanangkan dua kali pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Saat ini kita juga masih menjalankan perberlakuan pembatasan kegiatan masyarat (PPKM) darurat di Jawa dan Bali untuk menekan penyebaran virus mematikan itu.
Para pegawai dianjurkan untuk bekerja dari rumah. Demikian juga para siswa belajar dari rumah dengan menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh.
Akibatnya, ruang gerak masyarakat termasuk para siswa menjadi terbatas. Tidak boleh bertemu dengan rekan-rekannya. Hal ini membuat para siswa mengalami kebosanan, karena harus selalu tinggal di rumah.
Kebosanan ini diperparah lagi dengan informasi melalui televisi dan internet mengenai korban Covid-19. Hal ini menimbulkan kecemasan bagi para siswa.
Rasa cemas yang berlebihan ini kemudian berakibat pada kesulitan untuk tidur, gampang marah dan tersinggung.
Hal ini dialami oleh para guru saat mendampingi para siswa dalam pembelajaran online. Para guru meminta agar siswa selalu membuka kamera saat mengikuti pembelajaran online.
Namun, ada sebagian siswa yang tidak mau mengaktifkan kameranya walaupun hal itu memungkinkan untuk dilakukan.
Selain itu beberapa siswa tidak mau menyahut walaupun sudah disapa oleh para gurunya. Malahan pernah terjadi seorang siswa tidak mau mengikuti pelajaran karena merasa tertekan terhadap sistem belajar online dengan segala tuntutannya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.