Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Uji Coba Mengubah Vaksin Covid-19 Jadi Bentuk Pil

Kompas.com - 29/07/2021, 18:13 WIB
Intan Pitaloka,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber BBC

KOMPAS.com - Vaksin Covid-19 untuk saat ini hanya bisa kita dapatkan dalam bentuk suntikan dan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Selain itu, vaksin tersebut membutuhkan perlakuan khusus untuk menjaga kualitas dan kemanjurannya, antara lain harus disimpan di botol kaca kecil dengan suhu tertentu. Hal ini menjadi tantangan bagi negara kepulauan atau daerah dengan infrastruktur yang rendah.

Untuk memperluas jangkauan vaksin, para ilmuwan berusaha menguji apakah vaksin Covid-19 bisa diubah dalam bentuk inhaler atau bahkan pil.

Riset tersebut dipimpin oleh ahli kimia dari Swedia, Ingemo Andersson di laboratorium Medicon Village. Kepada BBC, ia menunjukkan inhaler plastik tipis, setengah ukuran kotak korek api.

Andersson berharap produk kecil ini dapat berperan besar dalam perang global melawan virus corona yang memungkinkan orang untuk menggunakannya dalam versi bubuk vaksin di rumah.

Baca juga: Cerita Kakek Syafarudin Ingin Dapat Vaksin, Kayuh Sepeda Pinjaman Puluhan Km, Viral Setelah Direkam Satgas IDI

"Mudah dan sangat murah untuk diproduksi," kata Johan Waborg, CEO perusahaan yang biasanya membuat inhaler untuk pasien asma.

"Kita cukup membuka sedikit plastiknya, kemudian inhaler vaksin tersebut diaktifkan, lalu memasukkannya ke dalam mulut, ambil napas dalam-dalam dan hirup," katanya. 

Perusahaannya, Iconovo, bekerja sama dengan start-up penelitian imunologi di Stockholm, ISR, yang telah mengembangkan vaksin bubuk kering untuk melawan Covid-19.

Berbeda dari vaksin yang saat ini telah menyebar, yang dibuat menggunakan RNA atau DNA yang mengkode protein, vaksin bubuk ini dibuat menggunakan protein virus Covid-19 yang diproduksi dan dapat menahan suhu hingga 40 derajat celcius.

Ini sangat kontras dengan kondisi yang diperlukan untuk menyimpan vaksin virus corona yang ada  saat ini yang semuanya dalam bentuk cair.

Ola Winquist, pendiri ISR dan profesor imunologi di Karolinska Institute , salah satu universitas kedokteran terkemuka di Swedia mengatakan perbedaan yang sangat kontras ini dilakukan agar mempermudah distribusi vaksin dan tidak perlu bantuan khusus tenaga medis.

Baca juga: Studi: Antibodi Vaksin Covid-19 Sinovac Menurun Setelah 6 Bulan, Butuh Dosis Ketiga

Warga binaan Rutan Kelas IIB Salatiga mendapat vaksinasi.KOMPAS.com/Dian Ade Permana Warga binaan Rutan Kelas IIB Salatiga mendapat vaksinasi.

Vaksin yang dibuat mirip dengan makanan yang dibekukan

Iconovo saat ini sedang menguji vaksinnya pada varian Beta (Afrika Selatan) dan Alpha (Inggris) dari Covid-19.

Mereka yakin bahwa vaksin bubuk ini bisa sangat berguna dalam mempercepat peluncuran vaksin di Afrika, di mana saat ini tidak ada produsen vaksin buatan sendiri di sana.

Selain itu, iklim di Afrika lebih hangat dan pasokan listrik yang terbatas telah menjadi tantangan besar dalam hal penyimpanan dan pengiriman vaksin Covid-19 sebelum kadaluarsa.

Masih ada beberapa hal sebelum uji coba menunjukkan potensi penuh dari vaksin bubuk ISR, termasuk apakah vaksin tersebut dapat menawarkan tingkat perlindungan yang sama dengan daftar vaksin saat ini yang disetujui oleh WHO.

Sejauh ini, vaksin bubuk ini hanya diuji pada tikus, meskipun ISR dan Iconovo telah mengumpulkan dana yang cukup untuk memulai studi pada manusia dalam dua bulan ke depan.

Baca juga: Indra Rudiansyah, Putra Indonesia di Balik Riset Vaksin AstraZeneca

Tetapi sudah ada optimisme dalam komunitas medis, jika vaksin bubuk seperti ini terbukti berhasil.

Stefan Swartling Peterson, mantan kepala kesehatan global UNICEF membandingkan dampak potensial dengan makanan beku-kering, yang telah terbukti mudah didistribusikan ke tempat yang berada di luar jangkauan listrik.

Sementara itu, Ziccum saat ini sedang menguji teknologi untuk mengeringkan vaksin cair yang ada atau yang akan datang tanpa membatasi keefektifannya.

Bubuk vaksin akan dicampur dengan larutan air steril sesaat sebelum melakukan vaksinasi, dan kemudian disuntikkan menggunakan botol dan jarum.

"Namun, teknologi dapat menciptakan vaksin dalam cara dan bentuk yang lain, seperti semprotan hidung hingga pil. Butuh banyak penelitian dan pengembangan untuk itu. Tapi untuk prinsipnya sudah pas," kata Goran Conradsson, CEO Ziccum.

Baca juga: Positif Covid-19 Setelah Dosis Pertama Vaksin, Bagaimana Dosis Kedua?

Sebagai alternatif yang ramah lingkungan

Janssen, yang membuat vaksin Covid dosis tunggal yang disetujui untuk digunakan di Inggris telah mengerjakan proyek percontohan yang dirancang untuk menganalisis kemampuan teknologi pengeringan dari Ziccum.

Seorang juru bicara mengatakan bahwa penelitian ini berfokus untuk menjelajahi teknologi baru yang berpotensi memudahkan distribusi, administrasi, dan penyesuaian vaksin masa depan.

Teknologi vaksin bubuk juga dapat membantu mereka yang takut jarum suntik, dan menawarkan alternatif ramah lingkungan untuk vaksin cair, dengan mengurangi penggunaan listrik untuk menyalakan pendingin dan freezer untuk menyimpan botol vaksin.

Ingrid Kromann, juru bicara Coalition for Epidemic Preparedness Innovation (Cepi), organisasi nirlaba yang mengupayakan percepatan pembuatan vaksin memberikan komentar yang lebih berhati-hati mengenai vaksin bubuk ini.

Ini dikarenakan vaksin dalam bentuk bubuk masih dalam tahap pembuatan awal dan masih banyak yang perlu dilakukan untuk membuatnya siap disebarluaskan.

"Tetapi jika berhasil, itu dapat berkontribusi pada akses vaksin yang lebih baik, lebih sedikit pemborosan, dan biaya program vaksinasi yang lebih rendah."

Baca juga: Gelombang Kedua Pandemi, Jangan Tunda atau Pilih-pilih Vaksin Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com