Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/07/2021, 18:07 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah melonggarkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan mulai mengizinkan warga menikmati santapan di warung makan selama 20 menit.

Kebijakan ini lantas menuai kritik, karena waktu 20 menit dianggap terlalu singkat, atau pun tak memiliki patokan/ukuran yang jelas.

Sebelumnya, di masa PPKM darurat semua usaha makanan dilarang menerima konsumen dine in, dan hanya diperbolehkan menyediakan layanan antar.

Baca juga: Makan Selama 20 Menit Ternyata Sudah Cukup untuk Kenyang

Menanggapi pelonggaran ini, media sosial ramai sejak awal diramaikan dengan respons soal durasi makan 20 menit tersebut.

Kebanyakan menjadikan kebijakan tersebut sebagai bahan olok-olok yang dibuat menjadi meme atau pun lelucon.

Dalam salah satu komentarnya di Twitter, penyanyi sekaligus dokter, Tompi menyatakan pendapatnya soal sikap warganet yang dia nilai salah fokus.

Baca juga: Olahraga 20 Menit Punya Efek yang Sama dengan Efek Minum Kopi

"Makan 20 menit aja dijadikan lelucon, memang kita ini seneng bercanda."

"Tapi terlepas dari itu, saya menangkap maksud dari makan 20 menit itu bukan masalah waktunya, tapi penekanannya 'jangan berlama-lama' mengurangi risiko tertular, Biar idup lebih lama.”

"Becanda boleh tapi jangan kebablasan…"

Menurut Tompi, dibandingkan menghujat dan berpikiran negatif soal kebijakan Pemerintah, sebaiknya fokus mencegah penularan Covid-19.

Adam Prabata, dokter umum yang kini menjadi kandidat Phd Medical Science di Kobe University, Jepang juga menyinggung topik serupa.

Dia mengatakan, sejauh ini belum ada bukti Covid-19 dapat menular melalui makanan atau minuman.

Baca juga: Cukup 20 Menit, Luangkan Waktu Relaksasi Sejenak dan Redakan Stres

Meski demikian, risiko penularan Covid-19 sebesar 95 persen lebih tinggi pada orang yang sering berkunjung, makan, dan minum di restoran dan bar.

"Penularan dapat terjadi meskipun tidak ada kontak erat dan tidak menyentuh permukaan yang terkontaminasi virus," kata dia lewat akun Instagram-nya, @adamprabata.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by dr. Adam Prabata (@adamprabata)

Risiko paling tinggi terjadi di restoran atau kafe indoor dengan ventilasi yang buruk.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com