Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/08/2021, 12:56 WIB
Anya Dellanita,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Baru-baru ini, nama dokter Richard Lee kembali menjadi buah bibir setelah insiden penangkapan paksa oleh polisi di rumahnya pada Rabu (11/8/2021) lalu.

Penangkapan dr Richard Lee ini disebut terkait pelanggaran UU ITE karena melakukan akses llegal ke akun Instagram pribadi yang telah menjadi barang bukti.

Akun Instagram pribadi itu memang sempat dilaporkan atas kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh artis Kartika Putri pada Desember 2020 silam.

Dokter Richard Lee sendiri memang dikenal sebagai salah satu beauty influencer yang kerap membongkar bahan berbahaya dari produk kecantikan yang disebutnya sebagai “krim abal-abal.”

Baca juga: Efek Samping Kosmetik Abal-abal, Bisakah Disembuhkan?

Memang, seperti apa krim abal-abal yang dimaksud dr Richard Lee?

Dalam salah-satu videonya yang diunggah pada 27 Juli 2020, dr Richard Lee mengatakan bahwa ada enam cara untuk mengetahui apakah suatu kosmetik aman atau tidak bagi kulit, yaitu sebagai berikut.

Tidak punya merek

Menurut dr. Richard, hal pertama yang wajib kita lihat adalah merk produk.

“Kalau misalnya polos kayak gini, nggak ada merk, nggak ada nama, itu patut dicurigai,” katanya.

Tidak tertera bahan baku

Lalu, jika suatu produk memiliki nama dan merk namun tidak mencantumkan bahan baku, dr. Richard mengungkapkan bahwa ini juga patut dicurigai. Sebab, tidak transparan.

Tidak tertera cara pengggunaan

Menurut dr. Richard, jika skincare tidak mencantumkan cara penggunaan seperti bagaimana memakainya dan harus dipakai selama berapa kali, itu patut dicurigai.

Kan nggak jelas kalau tidak ada cara penggunannya,” ujarnya.

Perusaahaan pembuat

Jika suatu produk memiliki semua hal di atas namun tidak mencantumkan nama perusahaan pembuat, dr. Richard pun mewanti-wanti kita untuk waspada.

Nomor BPOM

Menurut dr. Richard, nomor BPOM adalah hal paling penting dalam suatu produk kecantikan. Jika tidak ada, kita perlu waspada.

Nomor batch dan masa kadaluarsa

Terakhir, produk kecantikan resmi wajib mencantumkan nomor batch dan masa kadaluarsa.

“Mungkin nggak penting buat kalian, tapi ini penting nih buat BPOM. Jadi, jika nanti ditemukan bahan yang gak ada dalam BPOM, nanti BPOM tinggal mengecek nomor batch dan masa kadaluarsanya,” kata dr. Richard.

“Jadi, kalau nggak ada satu atau malah enam hal ini, sudah pasti krim itu abal-abal,” tambahnya.

Selain enam hal di atas, dr. Richard juga mengingatkan kita untuk mewaspadai krim racikan berbahaya dalam video berbeda.

Menurut dr. Richard, krim racikan itu sebenarnya tidak bermasalah jika memiliki beberapa syarat tertentu.

Selain itu, krim racikan itu terkadang diperlukan oleh dokter jika ingin memberikan suatu kandungan yang tidak ada dalam BPOM.

“Ini penting, terutama dalam kasus jerawat. Kita bisa kasih dia produk dengan tea tree oil yang aman dan ada dalam BPOM. Tapi bagaimana kalau tidak cukup buat dia? Tidak bisa menyembuhkan dia?"

"Terpaksa saya kasih antibiotik atau hidrokuinon yang nggak ada dalam BPOM lewat racikan. Selain itu, masalah kulit seseorang berbeda-beda, jadi terkadang butuh racikan,” kata dr. Richard dalam video yang diunggah pada 28 Juli 2020 itu.

Baca juga: Efek Buruk Krim Kulit Abal-abal Tak Muncul Seketika

Namun, tentu saja krim racikan pun tidak boleh sembarangan. Berikut empat syarat yang harus diperhatikan soal krim racikan.

Racikan hanya boleh diresepkan dokter

Menurut dr. Richard, krim racikan hanya boleh dibuat setelah diresepkan oleh dokter. Tapi, dokter tidak boleh meracik, membuat, apalagi menjual obat sendiri.

Obat harus diracik oleh apoteker

Satu-satunya yang boleh meracik krim resep dokter hanyalah apoteker bersertifikat dan asisten apoteker yang diawasi oleh seorang apoteker. Namun sebaliknya, seorang apoteker tidak boleh membuat dan memberi resep sendiri.

“Ingat ya yang boleh meracik resep dokter hanya apoteker. Tapi apoteker juga tidak boleh meracik tanpa resep dokter, apalagi menjualnya secara pribadi,” kata dr. Richard Lee.

Apotik resmi

Selain itu, dr. Richard mengatakan bahwa apoteker juga tidak boleh membuat racikan tanpa izin apotik. Apotik itu harus bersertifikat dan berizin resmi.

“Jadi, meski punya izin apoteker, jika tidak ada izin apotik, tidak bisa bikin racikan,” ujarnya.

Etiket biru

Ketiga syarat di atas tersebut akan disimpulkan dalam etiket biru, sebuah label berwarna biru yang ditrempelkan dalam produk obat luar. Etiket biru ini semacam hal yang menandakan bahwa obat atau krim tersebut legal atau resmi.

“Jadi kalau ngga ada etiket biru, itu bukan racikan, itu abal-abal,” kata dia.

Kendati demikian, dr. Richard mengatakan bahwa jika seuatu krim racikan digunakan untuk pemakaian jangka panjang dengan tujuan untuk mencerahkan kulit, itu salah.

“Kalau racikan untuk pengobatan bisa, tapi kalau untuk mencerahkan kulit dan dipakai bertahun-tahun itu saya rasa salah ya. Karena bisa jadi cara menyelundupkan bahan seperti hidrokuinon,” pungkasnya.

Baca juga: Skincare Abal-abal Marak di Pasaran, Jadilah Konsumen Cerdas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com