Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Optimisme, Stres, dan Coping Stress di Masa Pandemi Covid-19

Kompas.com - 22/08/2021, 14:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Apabila individu tersebut merupakan orang yang optimistis, maka ia akan tetap berusaha terlibat dalam keadaan stres. Akan tetapi, individu pesimistis akan berusaha menghindari atau melarikan diri situasi stres yang dialami.

Namun demikian, sikap optimistis saja tidak dapat melindungi individu dari situasi stres, apabila kondisi stres terjadi dalam jangka waktu panjang dan dapat menurunkan kekebalan tubuh.

Selaras dengan pernyataan tersebut, Segerstrom dalam Journal Brain, Behavior, Immunity tahun 2007, meneliti tentang kekebalan mahasiswa yang optimistis dan pesimistis.

Pada penelitian tersebut ditemukan mahasiswa yang optimistis cenderung merasakan stres lebih sedikit, karena merasa lebih mampu untuk mengatasinya.

Namun saat tuntutan stres semakin berat, mahasiswa yang optimistis mengalami tingkat kekebalan tubuh yang lebih rendah serta kurang mampu mengelola stres dibandingkan mahasiswa yang pesimistis.

Baca juga: Daya Tahan Tubuh Lemah, Waspadai 5 Tanda Berikut

Hal ini disebabkan individu yang optimistis menggunakan strategi problem focused coping dalam menyelesaikan masalah atau melakukan sesuatu untuk mengubah sumber stres.

Berdasarkan Psychology Today tahun 2010, dengan judul artikel "The Trouble with Optimism", individu yang optimistis menggunakan problem focused coping secara terus-menerus, sehingga kurang dapat menilai situasi secara lebih objektif.

Problem focused coping merupakan penyelesaikan masalah dengan bertindak langsung untuk mengatasi sumber masalah tersebut, serta berusaha untuk mengubah situasi dengan cara mengubah kondisi lingkungan tersebut.

Individu yang optimistis memiliki keyakinan yang kuat pada harapan dan sikap "can-do".

Mereka merasa mampu menyelesaikan masalah tersebut, serta berusaha mengubah situasi yang sebenarnya tidak dapat diubah. Mereka meyakini dapat mencapai apa yang diinginkan dengan berusaha keras.

Pada akhirnya kondisi ini akan membuat individu menjadi kewalahan karena berusaha mengubah situasi, namun tidak dapat mengelola stres, sehingga respon imun menjadi gagal.

Baca juga: Pandemi, Kesehatan Mental Anak Sama Rentannya dengan Orangtua

Bentuk coping stress

Lantas apa yang sebaiknya perlu dilakukan untuk bisa menangani stres dengan baik? Ketika kita sedang menghadapi situasi stres, sebaiknya kita kenali terlebih dahulu bentuk coping stress yang dapat digunakan.

Bentuk coping stress terdiri dari dua yakni emosional focused coping dan problem focused coping.

Emotional focused coping merupakan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan emosional, yang terbagi menjadi dua:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com