Kendala bagi individu yang optimistis apabila menggunakan satu jenis coping stress, yaitu problem-focused coping dalam menghadapi stres terutama di masa pandemi yang tidak kunjung usai dan tidak dapat diubah.
Individu menggunakan problem focused coping secara berkelanjutan tanpa diiringi pergantian jenis coping stress lainnya, yaitu emotional focused coping, sehingga menyebabkan individu tersebut kurang melihat masalah yang sebenarnya.
Baca juga: Pandemi Memicu Gejala Depresi dan Kecemasan pada Anak
Perlu diperhatikan juga tidak ada jenis coping stress yang paling baik, gunakanlah jenis coping yang paling sesuai dengan Anda dan paling sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Perbedaan situasi dapat juga menyebabkan kita harus menggunakan jenis coping stress yang berbeda pula. Jenis coping stress yang berbeda akan memiliki hasil akhir berbeda juga.
Pada salah satu artikel Verywell Mind tahun 2021, problem focused coping membantu individu ketika perlu mengubah situasi, seperti menghilangkan hal stres dari hidup.
Sebagai contoh, jika individu berada dalam hubungan yang tidak sehat, yang membuat individu merasakan kecemasan dan kesedihan. Cara yang mungkin paling baik diselesaikan dengan mengakhiri hubungan (bukan menenangkan emosi).
Adapun emotional focused coping membantu ketika individu perlu menangani perasaan atau tidak ingin mengubah situasi seperti pada saat keadaan tersebut berada di luar kendali.
Misalnya, jika Anda berduka karena kehilangan orang yang dicintai, penting untuk menangani perasaan dengan cara yang positif (karena keadaan tersebut tidak dapat diubah).
Baca juga: Ciri-ciri Anak Remaja Alami Stres di Masa Pandemi dan Solusinya
Selaras dengan hal tersebut berdasarkan Michael Scheier, seorang profesor psikologi di Carnegie Mellon University -- dalam Journal of Personality and Social Psychology tahun 1987-- mengatakan, langkah sebaiknya yang dilakukan agar efektif dalam mengatasi masalah dengan menggunakan dua bentuk coping (emotional-focused positif dan problem focused).
Sebagai contoh pada saat menghadapi stres berkepanjangan seperti masa pandemi, dapat melakukan emotional focused coping yang positif seperti melakukan kegiatan yang disukai, bercerita kepada teman terdekat, meditasi, dan lainnya.
Pada saat kondisi emosi sudah stabil, individu dapat melihat masalah lebih jelas dan objektif.
Ketika sudah berada pada kondisi tersebut, individu dapat kembali menggunakan problem focused coping untuk mencari jalan keluar dalam memecahkan masalah seperti membagi waktu, meminta bantuan pada orang lain untuk mendapat masukan, membuat daftar to-do-list, atau membuat rencana, namun tetap menerima kondisi sebenarnya yang terjadi.
Baca juga: Jaga Keseimbangan Kehidupan-Kerja Saat WFH
Berdasarkan penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa individu yang optimistis dapat menangani stres dengan baik dibandingkan individu yang pesimistis.
Hal ini disebabkan individu yang optimistis dapat menggunakan dua jenis strategi coping stress bergantian sesuai situasi yakni problem focused coping dan emotional coping stress positif.
Adapun individu pesimis menggunakan emotional coping stress negatif. Individu yang optimistis tidak dapat menangani stres di masa pandemi apabila menggunakan problem focused coping saja. Karena individu yang menggunakan problem focused coping saja tidak dapat melihat situasi secara objektif.
Christine Hadinata dan Riana Sahrani
Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.