Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Stunting atau Wasting? Salah Asumsi Berakhir Ngeri

Kompas.com - 31/08/2021, 08:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com- Belakangan ini, istilah stunting menyeruak viral yang fasih disebut mulai dari petinggi sampai ibu-ibu di segala penjuru negri.

Seperti biasa, gagap bahasa membuat pengertian simpang siur dan butuh waktu luar biasa lama untuk bisa meluruskan persepsi dan sinkronisasi duduk perkara.

Mirip seperti cara pemakaian masker yang benar. Kita butuh lebih dari setahun untuk akhirnya bisa menggunakan masker menutup hidung dan mulut – dari pejabat, birokrat, teknokrat hingga rakyat.

Baca juga: Ibu Muda Wajib Tahu, Ini Faktor Risiko Stunting

Sayangnya istilah stunting belum mencapai keseragaman pemahaman.

Kata ‘gagal tumbuh’ menjadi momok para ibu, yang dikonotasikan gagal sebagai orangtua. Sementara itu, esensi gangguan gizi sejak anak dikandung hingga usia 2 tahun luput dari perhatian.

Dimulai dari kehamilan, dengan calon ibu kekurangan energi kronik dan anemia sudah menjadi fondasi dimulainya risiko stunting.

Begitu pula bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, sering sakit atau diare akibat kehilangan momentum pemberian ASI eksklusif hingga 2 tahun atau lebih.

Aneka kreasi Makanan pendamping ASI yang riuh rendah menjadi konten viral di kalangan ibu-ibu muda, menggeser buku merah muda KIA yang diterbitkan Kemenkes didukung oleh 13 organisasi profesi kesehatan di edisi revisi tahun 2020.

Sepanjang kehidupan bayi hingga usia 2 tahun didera masalah tumbuh gigi, mogok makan, percobaan aneka MPASI oleh ibunya, batuk, pilek, diare ditambah pernah terinfeksi Covid-19 dan tertular TBC yang kian merebak dan imunisasi yang terbengkalai akibat distribusi terhambat, posyandu tutup dan para ibu kehilangan kompas perjalanan tumbuh kembang anaknya: stunting menjadi ancaman yang luar biasa nyata.

Bahkan mungkin, kita perlu skrining serentak tinggi badan anak di usia 2 tahun saat ini.

Ketika saya sengaja memberikan tutorial membaca grafik tumbuh kembang, hampir semua ibu terkejut, karena selama ini fokus posyandu masih pada penimbangan berat badan anak.

Hampir semua ibu tidak menyadari, bahwa buku KIA yang berwarna merah muda gratis itu bisa menjadi ‘paspor’ sejarah tumbuh kembang anaknya.

Dengan 4 pemantauan antropometrik yang amat penting: Berat badan menurut usia, tinggi badan menurut usia, berat badan menurut tinggi badan, dan lingkar kepala.

Orangtua juga perlu tahu, bahwa berat badan merupakan cermin asupan gizi jangka pendek, sementara tinggi badan adalah tentang asupan gizi jangka panjang.

Jadi, pada bayi di usia 7 bulan yang mengalami mogok makan akibat tumbuh gigi, bisa saja berat badannya tidak naik, sementara tinggi badannya masih bertambah, sebab selama ASI eksklusif anak ini memperoleh asupan gizi terbaiknya.

Apabila berat badan masih tidak naik, bahkan terjun bebas di bulan-bulan berikutnya, maka tinggi badan bisa kena imbas: stagnan.

Baca juga: Stunting, Apa Hubungannya dengan Kecerdasan Anak?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com