Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Kesehatan Mental di Indonesia Masih Dipandang Sebelah Mata

Kompas.com, 10 September 2021, 20:21 WIB
Anya Dellanita,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Gangguan kesehatan mental bisa terjadi pada siapa saja, terutama pada remaja dan anak muda.

Penyebabnya pun bisa beragam, mulai dari putus cinta hingga masalah di sekolah atau tempat kerjanya.

Namun, masalah kesehatan mental di Indonesia masih sering dipandang sebelah mata. Karena masih banyak yang menganggapnya bukan penyakit atau hanya kurang bersyukur.

“Padahal, gangguan kesehatan mental dan kesehatan fisik itu sama ya, dua-duanya penyakit. Batuk dan depresi itu sama-sama penyakit, nggak bisa dibandingkan mana yang lebih parah,” ujar Rhaka Ganisatria, co-founder dari Menjadi Manusia dalam webinar Press Conference Kita Manusia pada Jumat (10/9/2021)

Menurut Rhaka, meski sama pentingnya, stigma masyarakat Indonesia terhadap gangguan kesehatan mental masih negatif. Membicarakannya cenderung dianggap tabu dan sering tidak dianggap sebagai masalah serius.

Stigma inilah yang membuat masalah kesehatan remaja sering kali tidak bisa ditangani. Sebab, orangtua mereka terkesan abai.

“Generasi yang lebih tua terkesan abai soal kesehatan mental. Orangtua tuh biasanya bilang: ‘kamu kurang bersyukur,’ bikin takut untuk cerita,” kata Rhaka.

Kendati demikian, Rhaka mengatakan bahwa jika mengalami masalah dan merasa perlu berkonsultasi pada profesional, remaja bisa mencoba untuk menyadarkan orangtua mereka dengan cara berbeda.

“Biasanya kan pemahaman orangtua itu kurang soal hal ini, jadi di sinilah Menjadi Manusia pun hadir. Kami punya film dokumenter, isinya tentang masalah kesehatan mental. Jadi, ketika misalnya seseorang mengalami masalah, cobalah untuk memperlihatkannya pada orangtua,” ujarnya.

“Banyak respon positif yang didapatkan dari metode ini,” tambahnya.

Untuk menyebarkan edukasi, Rhaka juga telah mencoba untuk membuat keluarganya sendiri menyebarkan info tentang kesehatan mental remaja di grup whatsapp yang mereka ikuti.

Selain itu, Rhaka bersama beberapa pemuda Indonesia lain tergerak untuk membentuk “Kita Manusia,” sebuah wadah untuk menyebarkan pentingnya kesehatan mental.

Dalam melakukannya, Kita Manusia akan menggelar berbagai acara terkait kesehatan mental, mulai dari pemutaran film dokumenter hingga acara musik yang akan mengundang berbagai public figure dan pakar kesehatan mental selama satu bulan hingga 10 Oktober 2021, tepat di Hari Kesehatan Mental Sedunia.

Lalu, Kita Manusia juga berencana untuk membuka sebuah sarana rehabilitasi bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan tengah menggalang dana di platform Kitabisa.

Menurut Rhaka, sarana rehabilitasi itu akan dibangun di Bekasi dan jika persiapan sudah lengkap, bisa memuat hingga 440 orang.

Ke depannya, Kita Manusia juga berencana untuk membuat rangkaian acara lain demi menyebarkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.

“Ini hanya awal, dalam satu tahun ini kami akan melihat apa saja hal yang bisa kami lakukan untuk menyebarkan awareness,” ujarnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau