KOMPAS.com – Pernahkah kamu merasa terjebak, mudah bosan, dan serasa tidak memiliki motivasi sama sekali saat pandemi? Jika iya, mungkin kamu mengalami languishing.
Istilah languishing ini pertama kali diperkenalkan oleh sosiolog Corey Keyes sebagai antitesis dari flourishing (berkembang) dan kerap dideskripsikan sebagai perasaan gelisah, tidak tenang, atau kurangnya minat dalam hidup dan hal-hal yang biasanya membuat kita gembira.
Namun, tidak seperti gangguan kecemasan atau depresi, languishing lebih merujuk kepada rangkaian emosi, bukan penyakit mental.
Kendati demikian, mereka yang sempat menderita depresi atau gangguan akan lebih mudah mengalami languishing.
Lantas, apa saja ciri-ciri languishing, dan bagaimana menyikapinya? Simak paparan yang dilansir dari Very Well Mind, berikut ini.
Baca juga: Merasa Gelisah dan Depresi? Mungkin Anda Kurang Tidur
Menurut penelitian Keyes, pada 2002 ada sekitar 12,1 persen orang dewasa yang memiliki ciri-ciri languishing.
Salah satu ciri languishing adalah merasa hampa, dan merasa tidak “ada,” dan sulit fokus, membuat tubuh merasa lebih lelah dari biasanya,
Beberapa orang mulai merasakannya setelah pandemi dan menganggap bahwa kelas daring sebagai penyebab utamanya.
Ada juga yang merasa bahwa kehidupan mereka saat new normal terus berubah, mulai dari merasa lelah, tak ada motivasi, hingga mendadak bersemangat saat memulai sesuatu yang baru, meski kembali tak bersemangat setelahnya.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, riwayat menderita gangguan kesehatan mental dapat memperparah languishing saat masa pandemi.
Terkadang gangguan kesehatan mental dan languishing memiliki gejala yang mirip. Namun, gangguan kesehatan mental seperti depresi memiliki beberapa perbedaan, seperti kesedihan, perubahan nafsu makan, merasa tidak berharga, serta pikiran ingin mati atau bunuh diri.
Baca juga: Cara Mudah Usir Kesedihan yang Datang Musiman
Languishing rupanya bisa ditangani. Berikut ini, ada beberapa cara menanganinya yang bisa dijajal.
Ambilah cuti
Jika merasa burnout dan tak memiliki motivasi, cobalah untuk istirahat dan mengambil cuti.
Saat cuti, lakukanlah hal-hal yang membuatmu tenang, seperti menonton drama favorit dan bermain bersama hewan peliharaan. Mungkin saja saat kembali bekerja, pikiran menjadi segar.
Membahagiakan diri
Dibanding fokus mencari apa yang seharusnya membuat kita bahagia, lebih baik mencoba apapun yang akan memberi kita kepuasan dan kebahagiaan, misalnya mengenakan makeup meski tidak ada rapat daring dan hanya di rumah saja.
Ubah pemandangan dan suasana
Taman dan alam terbuka bisa jadi tempat yang bagus untuk mengubah suasana. Sebab, pemandangan yang berbeda dengan apa yang kita lihat akan membuat kita kembali segar.
Selain itu, berjalan di taman dapat merilis endorfin dan meningkatkan mood serta motivasi.
Lalu jika bisa, buatlah sebuah tempat khusus untuk bekerja, terpisah dari tempat kita beristirahat.
Keluar dari tempat kerja dan beristirahat, dapat menolong fisik dan mental kembali segar.
Mencari terapi
Terapi dapet menjadi media luar biasa untuk menavigasi perasaan baru dan menakutkan, termasuk languishing.
Terapi perilaku kognitif dapat membantu orang membingkai ulang pemikiran negatif mereka sambil mencari perilaku yang sehat. Obat pun bisa digunakan bila perlu.
Lalu bagi beberapa orang, memulai kembali terapi saat dimulainya pandemi dapat menjadi kunci untuk bertahan.
Para terapis biasanya akan membantu untuk mengatasi beberapa beban akut, seperti kematian dalam keluarga untuk mengontrol reaksi mental dan emosional.
Mendapatkan vaksin
Selaun mengurangi risiko tertular dan membuat pandemi berpotensi berakhir makin cepat, mendapatkan vaksin akan membuat kita merasa lebih lega.
Baca juga: 9 Cara Mengatasi Kesedihan Secara Sehat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.