“Sekarang kayak bus yang bawa orang-orang banyak di dalamnya. Perlu tanggung jawab. Dan orang-orang itu gua bikin untuk kertegantungan sama gua,” kata Dendy.
Dendy merasa bahwa rekan kerjanya tidak perlu mengalami ketidakpastian dalam hidup seperti dirinya, meski dia mengakui bahwa dalam salah satu dari dua tim yang dibentuknya, yaitu tim grafis, masih banyak belajar dengan ketidakpastian, berbeda dengan tim industri-nya yang telah memiliki sistem manajemen yang baik.
“Tapi mereka tetap bisa bekerjasama. Karena kreativitas tanpa industri juga akan gitu aja, begitu pula sebaliknya,” ujarnya.
Sebagai salah satu sosok yang mempopulerkan distro pada tahun 90-an, Dendy pun berkomentar soal brand lokal saat ini.
Menurutnya, di zaman yang sudah praktis ini, ia ikut senang dan merasa diuntungkan.
Dendy mengatakan bahwa saat ia membangun karirnya di bidang clothing line, situasinya serba sulit dan terbatas. Dan ketika usaha yang dirintisnya sudah mulai membesar, baru banyak vendor yang membantunya.
“Tapi nggak pernah sakit hati. Belum saatnya saja waktu itu. Gak bisa salahin mereka, mereka kan industri, wajar nggak bantu dari awal,” katanya.
Dendy mengatakan bahwa dulu ia memang melakukan segala sesuatunya dari nol.
“Misalnya, cara bikin baju dari awal sampai jadi tuh bagaimana. Dulu cuma bikin t-shirt satu, kalau salah ya bahannya pakai lagi. Itulah kenapa sampai sekarang 347 kaosnya pakai satu warna saja, agar sampai pesannya,” ujar Dendy.
Dendy juga membagikan kisahnya soal dunia industri hunian yang kini ditekuninya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.