Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angkat Besi Tak Populer, Eko Yuli Irawan Biasa Tanding Tanpa Penonton

Kompas.com - 23/09/2021, 18:14 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Eko Yuli Irawan punya segudang prestasi sebagai atlet angkat besi Indonesia, termasuk meraih medali perak Olimpiade Tokyo 2020.

Pria berusia 32 tahun itu sudah langganan meraih medali pesta olahraga terbesar dunia ini sejak ikut dalam kontingen Olimpiade Beijing 2008. Kala itu, ia sukses membawa pulang medali perunggu untuk Indonesia.

Sepanjang kariernya, ia telah malang-melintang di berbagai kompetisi internasional dengan beragam capaian yang membanggakan.

Meski demikian, nama atlet kelahiran Lampung ini jauh kalah populer dibandingkan olahragawan cabang olahraga lainnya. Misalnya saja Bambang Pamungkas dari cabang sepak bola atau Liliana Natsir yang merupakan atlet badminton.

Bukan hanya atletnya, cabang angkat besi memang kurang dikenal dan jauh dari sorot publik. Padahal prestasinya terbilang membanggakan dalam berbagai kejuaraan yang diikuti.

Baca juga: Profil Eko Yuli Irawan, Lifter Andalan Indonesia Peraih 4 Medali Olimpiade

Hal ini rupanya disadarinya benar, seperti diungkapkan kala menjadi narasumber webinar Bincang Inspiratif Visa bertajuk “Wujudkan Mimpi di Tengah Keterbatasan”, Kamis (23/09/2021).

"Memang betul tidak populer jika dibandingkan badminton, sepak bola, tenis dan lainnya lagi meskipun tidak menghalangi kami, saya memberikan prestasi untuk Indonesia," ujarnya.

Ia bahkan menilai popularitas cabang olahraga yang digelutinya ini sudah jauh lebih baik belakangan ini.

"Sejak 2018, khususnya sejak ditayangkan live ketika Asian Games, angkat besi bisa lebih terbuka ke publik, lebih dikenal" terangnya.

Siaran langsung, yang juga bisa disaksikan di internet, membuat masyarakat Indonesia lebih mengenal perjuangan dan prestasi para atlet angkat besi.

Baca juga: Irwan Mussry Bagi-bagi Jam Tangan Mewah untuk Atlet Angkat Besi Peraih Medali di Olimpiade Tokyo

 

Eko berpendapat, keberadaan media sosial juga berpengaruh besar dalam mendongkrak popularitas.

Ketenaran baru ini dianggap Eko sebagai cara baru untuk membuka peluang regenerasi atlet muda. Harapannya, popularitas ini menjadi inspirasi bagi banyak anak muda lainnya untuk giat berlatih dan menjadi atlet kebanggaan negara pula.

Selain itu, ia berharap mendatang lebih banyak lagi kompetisi angkat besi yang bisa disiarkan secara nasional.

Namun, pria yang kini menjalani persiapan PON Papua ini yakin, jalan terbaik regenerasi adalah dengan menorehkan semakin banyak prestasi.

Baca juga: Lifter Nurul Akmal Tutup Perjuangan Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020

Sudah biasa tanpa penonton

Webinar Bincang Inspiratif Visa ?Wujudkan Mimpi di Tengah Keterbatasan? Webinar Bincang Inspiratif Visa ?Wujudkan Mimpi di Tengah Keterbatasan?

Olimpiade Tokyo 2020 digelar dalam situasi pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia. Akibatnya, dilakukan sejumlah penyesuaian demi memastikan keamanannya dari penyebaran infeksi virus. 

Salah satunya adalah ketiadaan penonton dalam semua cabang olahraga yang dilangsungkan. Hal ini tentunya terasa tidak lazim bagi sebagian besar atlet yang familiar ditonton dan didukung oleh banyak orang.

Ada anggapan pertandingan tanpa penonton berdampak negatif pada kondisi mental atlet. Banyak yang tidak bersemangat khususnya karena tidak disaksikan oleh para suporter dan orang-orang terkasih.

Baca juga: Rasa Berbeda yang Dialami Pelatih Eko Yuli pada Olimpiade Tokyo 2020

Namun dilema ini rupanya tidak dirasakan oleh Eko Yuli Irawan ketika bertanding di Tokyo Juli lalu.

Lifter yang bakal membela Jawa Timur di Papua ini mengatakan ketiadaan penonton tidak menjadi kendala baginya dalam meraih medali.

Ironisnya, hal ini terjadi karena ia sudah terbiasa berlaga tanpa disaksikan penonton. Mentalnya dalam bertanding sudah jauh lebih kuat, dengan atau tanpa dukungan suporter Indonesia.

"Karena tidak populer, sudah biasa kondisi penonton sepi, jadi tidak merasa terganggu," ujarnya sembari tertawa.

Ia berpendapat, atlet profesional seharusnya bisa bertanding dalam situasi apapun. Termasuk ketika bersaing di negara asing tanpa dukungan penonton setanah air.

Atlet yang debut internasional di usia 17 tahun ini punya trik khusus agar mentalnya tidak goyah meski minim dukungan.

"Saya anggap penonton itu datang untuk mendukung saya semua, meskipun mungkin official tim lain...intinya jangan dianggap siapa yang datang siapa yang enggak," tandasnya.

Baca juga: Apa Itu Angkatan Snatch dan Clean and Jerk pada Angkat Besi?

 

 

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com