Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membedakan Keputihan Normal dan Tak Normal, Bagaimana Caranya?

Kompas.com - 27/09/2021, 17:17 WIB
Anya Dellanita,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Keputihan adalah salah satu hal yang biasa dikeluhkan oleh perempuan. Tak mengherankan memang, sebab keputihan biasanya membuat area kewanitaan terasa lembap dan kurang nyaman.

Namun, sebenarnya keputihan sebenarnya berperan penting, sebagai cara alami tubuh menjaga kebersihan dan kelembapan area kewanitaan.

Selain itu, keputihan juga membantu melindungi vagina dari risiko infeksi.

Lalu biasanya, keputihan yang normal tidak akan terlalu menggangu keseharian, karena bisa hilang dengan sendirinya.

Baca juga: Simak, 4 Cara Mujarab untuk Cegah Keputihan

Kendati demikian, keputihan juga bisa menjadi tanda bahaya jika gejalanya berbeda dengan keputihan normal.

Lantas, bagaimana cara membedakan keputihan yang normal atau tidak?

Berikut ini adalah panduan yang diberikan oleh dokter spesialis kebidanan dan kandungan Cynthia A. Susanto.

Menurut Cynthia, keputihan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu keputihan fisiologis dan patologis.

“Tipe fisiologis yang disebabkan karena kondisi fisik tertentu seperti menjelang dan sesudah menstruasi serta menjelang ovulasi."

Baca juga: Waspada, WFH Bikin Perempuan Jadi Sering Keputihan

"Dan, juga tipe patologis, yaitu karena adanya infeksi seperti candidiasis, atau bacterial vaginosis, trichomonas, hingga gonorrhea akibat perempuan tidak menjaga kesehatan organ reproduksinya."

Demikian penjelasan Cynthia dalam acara webinar Andalan Feminine Care, pada Sabtu (25/9/2021) lalu.

Nah, lantas bagaimana cara membedakan keputihan normal dan tidak? Ternyata, tidak sulit.

“Keputihan yang normal biasanya berwarna bening atau sedikit putih, seperti putih telur mentah."

"Teksturnya juga encer kalau lagi di masa subur, dan bisa sedikit kental dan lengket dengan warna yang agak cloudy kalau lagi nggak di masa subur,” ujar Cynthia.

Lalu, Cynthia juga menjelaskan, keputihan yang normal tidak akan berbau dan menimbulkan rasa gatal atau nyeri.

Baca juga: Kapan Keputihan Dianggap Tidak Normal?

Selain itu, keputihan juga bisa memiliki warna putih pekat atau bahkan kecoklatan, yang biasanya menandai bahwa sudah mendekati masa menstruasi.

Untuk keputihan yang tidak normal, Cynthia mengungkapkan ada beberapa ciri berbeda yang menunjukkan gejala penyakit tertentu.

Misalnya, jika keputihan merupakan gejala dari infeksi bakteri atau bacterial vaginosis, keputihan yang keluar akan memiliki warna abu-abu atau putih dengan bau amis.

Terutama ketika menstruasi atau melakukan hubungan seksual dengan pasangan. Biasanya, vagina pun akan terasa gatal.

Lalu, jika keputihan yang keluar dari vagina menimbulkan bercak berwarna kekuningan pada celana dalam dengan bau yang amis, itu bisa menjadi gejala infeksi jamur.

“Ada juga yang warnanya itu kehijauan kental, dan baunya tuh sangat bau. Nah, ini bisa menjadi gejala penyakit trikomoniasis."

"Biasanya, vagina juga akan gatal dan nyeri saat buang air kecil atau berhubungan seksual. Kadang, ada pendarahan,” ujar Cynthia.

“Jadi, kalau keputihan sudah ada tanda-tanda tadi, harus langsung periksakan ke dokter,” tambah dia.

Cara mencegah keputihan yang tak normal

Lebih lanjut Cynthia menjelaskan, sebenarnya keputihan tidak normal bisa dicegah dengan beberapa cara, -misalnya, memakai celana dalam dari bahan katun.

“Sebaiknya, pakai celana dalam berbahan katun, nggak perlulah celana dalam yang seksi-seksi gitu karena enggak nyerap keringat,” kata Cynthia.

Lalu,  Cynthia juga menyarankan untuk tidak menggunakan pantyliner. Pasalnya, pantyliner hanya akan membuat vagina lembap berlebihan.

Baca juga: Tak Perlu Cemas, Begini Cara Mengatasi Keputihan

“Daripada pantyliner, lebih baik mengganti celana dalam sesering mungkin. Apalagi kalau sudah terasa basah atau saat banyak berkeringat,” kata dia.

Cynthia juga menyarankan untuk menghindari produk pembersih vagina atau sabun yang mengandung pewangi.

Sebab, bakteri baik di vagina yang berfungsi untuk melindungi vagina dari infeksi bisa ikut mati akibat produk semacam itu.

"Jadi, nggak perlu lah vagina itu wangi harum begitu. Vagina punya bau sendiri. Asal baunya nggak menyengat dan fishy saja, itu tanda penyakit," kata dia.

Dan, untuk menjaga pertumbuhan bakteri baik dalam vagina, Cynthia menyarankan  untuk yoghurt yang mengandung probiotik seperti lactobacillus.

Baca juga: Dikira Keputihan Biasa, Ternyata Gejala Kanker Serviks

Terakhir, Cynthia juga meminta agar setiap perempuan selalu membasuh vagina dari arah depan ke belakang (menuju anus) setelah buang air.

Setelah itu, keringkan vagina dengan lap atau tisu bersih dengan cara ditepuk-tepuk.

“Biar nggak lembap berlebih. Karena kalau lembap, jamur bisa tumbuh di vagina,” tegas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com