Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta di Balik Mitos-mitos tentang Keaslian Madu

Kompas.com - 29/09/2021, 11:14 WIB
Intan Pitaloka,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Madu merupakan cairan alami manis yang dihasilkan oleh lebah dengan mengumpulkan nektar tanaman berbunga. Sudah menjadi rahasia umum, jika madu digandrungi banyak orang karena manfaatnya untuk kesehatan kita.

Tetapi, sayangnya banyak pula oknum-oknum licik yang memalsukan madu. Tidak heran jika kita menjadi sangat berhati-hati saat ingin membelinya karena banyak madu palsu di pasaran. 

Kendati demikian, kehati-hatian kita ini perlu didasari dengan informasi yang sesuai dengan fakta, mengingat mitos-mitos yang bekembang juga tak kalah meyakinkan dan bisa menyesatkan.

Nah, agar tak termakan mitos-mitos mengenai keaslian madu yang banyak beredar di masyarakat, ketahui kebenarannya di balik mitos tersebut.

Mitos 1. Madu asli tidak akan berubah warna

Perubahan warna pada madu adalah hal yang biasa. Hal tersebut disebabkan adanya reaksi maillard atau reaksi pencoklatan non enzimatis yang justru bisa meningkatkan kadar antioksidan dalam madu.

Seperti yang diketahui, antioksidan tersebut bermanfaat sebagai penangkal radikal bebas yang bisa memicu serangan jantung, kanker, katarak, dan menurunnya fungsi ginjal.

“Dengan begitu bisa dipastikan bahwa mitos mengenai madu asli tidak akan berubah warna adalah salah,” kata Dr. Hj. Dewi Masyithoh, SP., M.Pt., Owner & Komisaris Kembang Joyo Group.

Mitos 2. Madu asli tidak disukai semut

Mitos yang satu ini juga tidaklah tepat. Faktanya, kesukaan semut akan madu sangat bergantung dengan berbagai hal seperti umur madu, kandungan karbohidrat, hingga jenis semut yang ada di area sekitar madu.

Umumnya semut menyukai madu, bahkan sejak masih berbentuk nektar yang baru keluar dari ujung tanaman. Saking menyukainya, lebah dan semut sering berebut untuk mengambil nektar.

Meskipun begitu, ada beberapa kondisi madu yang tidak disukai oleh semut, salah satunya madu yang belum cukup umur.

Nah, madu yang belum cukup umur ini akan mengakibatkan terjadinya fermentasi yang mana akan menghasilkan karbon dioksida yang tidak disukai semut.

“Kesimpulannya, semut akan menyukai madu yang sudah cukup umur panen dan tidak menyukai madu yang mengalami fermentasi,” lanjut Dewi.

Mitos 3. Madu yang mengkristal merupakan madu palsu

Kristalisasi madu sering disalah artikan masyarakat sebagai pemalsuan madu. Padahal, kristalisasi atau penggumpalan pada madu merupakan hal lumrah yang terjadi secara alami dan spontan pada madu.

Madu yang mengalami kristalisasi tidak akan mengalami penurunan kualitas. Semua kandungannya akan tetap sama dan tidak berubah, kecuali warnanya.

Mitos 4. Madu asli bisa meletup

Madu berasal dari cairan tanaman yang dikumpulkan oleh lebah. Secara alamiah, mikroorganisme yang disebut khamir akan terbawa dalam madu. Nah, khamir tidak akan aktif pada madu yang memiliki masa panen cukup panjang.

Sebaliknya, khamir akan aktif dan melakukan proses fermentasi pada madu yang dipanen muda. Hasil efek samping dari fermentasi ini adalah CO2 (karbon dioksida) yang berbentuk gas.

Lalu, secara alami gas ini akan menguap di udara. Namun, gas akan terakumulasi dan menghasilkan letupan saat berada di botol yang tertutup sangat rapat. Dengan begitu, keaslian madu tidak bisa diukur dari meletup atau tidaknya.

Untuk menghindari madu palsu, sebaiknya kita memilih madu dari produsen terpercaya dan berani memberikan garansi.

“Kembang Joyo memberikan garansi Rp 1 Juta Rupiah apabila produk madu kami terbukti palsu berdasarkan hasil uji laboratorium," ujar Dewi.

Baca juga: 5 Cara Membedakan Madu Asli dan Palsu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com