KOMPAS.com - Jika berpisah dengan orangtua membuat si kecil dipenuhi rasa ketakutan dan terus menangis, dia mungkin sedang mengalami gangguan kecemasan yang disebut sindrom separation anxiety.
Seorang psikoterapis dan penulis The Self-Aware Parent, Fran Walfish, PsyD, mengatakan, anak-anak yang sudah bisa berjalan, khususnya balita, memang dianggap sudah mandiri.
Tetapi, balita ternyata belum siap untuk berpisah sepenuhnya dengan orangtua.
Baca juga: Seberapa Efektif Buku Dongeng Berbahasa Asing pada Balita?
Kondisi itu muncul karena si anak mendambakan keakraban dan keamanan yang biasa diberikan orangtua.
Baik itu mengantar anak ke tempat penitipan, atau meninggalkannya di rumah bersama pengasuh, perpisahan bisa menjadi saat yang sulit bagi balita.
"Separation anxiety juga bisa menjadi tanda otonomi anak yang meningkat," kata Miranda Goodman-Wilson, asisten profesor psikologi di Eckerd College di St. Petersburg, Florida, AS.
"Di mana, anak punya pendapat sendiri tentang situasi itu — bahwa orangtua tidak boleh pergi — dan ingin mengendalikannya," sambung dia.
Hal-hal berikut ini mungkin bisa menjadi pemicu timbulnya separation anxiety pada anak-anak, terlebih balita.
Dokter Walfish mencatat, balita bekerja untuk mengembangkan lebih banyak penguasaan atas tubuhnya sendiri (berpikir, berlari, makan).
Nah, setiap tantangan baru yang dihadapi dapat menyebabkan stres.
Akibatnya, balita merasa berkonflik karena jauh dari keamanan orangtua dan merasa perlu diyakinkan bahwa ketika pergi, orangtua pasti akan selalu kembali.
Baca juga: Kenapa Balita Senang Menggigit?
Pergi ke pertemuan besar juga bisa menimbulkan kecemasan bagi balita yang mungkin takut kehilangan orangtua di tengah keramaian.
Meninggalkan balita di kamarnya untuk tidur di siang atau malam hari dapat menimbulkan kecemasan, karena momen ini mungkin merupakan waktu terlama untuk menyendiri yang dialaminya.