KOMPAS.com - Stunting masih menjadi masalah kesehatan reproduksi yang menonjol di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi stunting di NTT menjadi yang tertinggi di Indonesia yakni hingga 42,6 persen. Sedangkan angka prevalensi stunting secara nasional masih mencapai 30.8 persen.
Sementara itu, angka kelahiran di NTT juga masih tinggi sehingga setiap perempuan di wilayah itu masih memiliki 3-4 orang anak. Hal ini berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017.
Risiko stunting sendiri bisa dipicu oleh berbagai hal termasuk asupan nutrisi yang diberikan kepada ibu dan anak. Malnutrisi khususnya menjadi penyebab utama stunting khususnya jika dialami dalam 1.000 hari pertama kehidupan anak.
Baca juga: Pantau Tumbuh Kembang Anak untuk Menghindari Stunting di Masa 1.000 HPK
Periode ini diawali dari awal kehamilan alias konsepsi, dilahirkan dan sampai anak berusia dua tahun. Oleh sebab itu, penting untuk memastikan asupan gizi anak terjaga dengan mengelola sumber pangan terbaik khususnya di masa-masa penting itu.
Kondisi inilah yang masih berusaha diperbaiki pemerintah khususnya lewat program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K), Kepala BKKBN mengatakan terdapat setidaknya 17.000 keluarga di Indonesia bagian timur yang memiliki risiko tinggi stunting.
Kelompok inilah yang membutuhkan bantuan makanan bergizi yang memadai dan program keluarga berencana yang baik.
Bukan hanya mempengaruhi kelangsungan hidup anak namun juga kemampuan mereka untuk tumbuh, belajar dan berkembang secara optimal.
"Perlu diketahui bahwa kekurangan mikronutrien, vitamin, dan mineral merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang banyak dialami masyarakat yang kurang terjangkau, dengan
kelompok perempuan dan anak-anak menjadi kelompok sangat rentan," ujar Hasto yang juga berprofesi sebagai dokter kandungan ini.
Baca juga: Cegah Stunting, Orangtua Perlu Rutin Timbang Berat Badan Anak
Stunting yang dialami anak dapat memberikan dampak buruk pada kehidupannya dalam jangka panjang.
Menyadari hal ini, Bayer Indonesia menyelenggarakan Program Better Farming, Better Life di NTT dalam rangka memperingati Hari Kontrasepsi Sedunia.
Bantuan diberikan berupa inisiatif pemberdayaan petani kecil secara holistik berupa peningkatan kesehatan reproduksi, penerapan keluarga berencana, dan edukasi tentang perawatan kesehatan diri.
Selain itu, kelompok masyarakat itu juga diberikan pengetahuan teknologi pertanian untuk memaksimalkan hasilnya olahannya.
Baca juga: 7 Asupan Kaya Nutrisi untuk Ibu Selama Masa Menyusui
Program ini ditujukan untuk 4.000 petani wanita dan 12.000 keluaraga di NTT yang rawan mengalami stunting. Harapannya, mereka bisa menyadari pentingnya asupan kaya nutrisi pada anak di 1.000 hari pertama kehidupannya.
Kinshuk Kunwar, Presiden Direktur PT Bayer Indonesia mengatakan Better Farming, Better Life Program diterapkan dengan memanfaatkan kondisi dan konteks lokal.
Para petani dapat meningkatkan produktivitas sekaligus menyediakan pangan bagi keluarga dan memelihara lingkungannya.
"Kami di Bayer percaya bahwa meningkatkan kesehatan dan imunitas perempuan di pedesaan melalui pengetahuan kesehatan reproduksi, pendidikan keluarga berencana, suplementasi vitamin dan mineral, serta makanan bergizi yang lebih baik dapat membantu mempercepat penurunan angka stunting," terangnya lewat rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (29/09/2021).
Baca juga: Imunisasi Sejak Dini Jadi Kunci Sukses Cegah Stunting pada Anak
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.