KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia nyaris tidak punya aturan khusus soal bagaimana warganya harus menamai bayinya.
Namun belakangan masalah muncul ketika kabar soal suami istri asal Tuban, Arif Akbar dan Suci Nur Aisiyah yang tidak bisa mendapatkan akta lahir untuk anaknya. Alasannya, nama anak pasangan ini terlalu panjang dan tidak muat di sistem pendataan penduduk.
Bayi laki-laki pasangan ini memang memiliki nama yang super panjang, terdiri dari 19 kata atau 115 karakter.
Sementara itu, aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Ditjen Dukcapil Kemendagri hanya menyediakan penulisan nama maksimal 55 karakter dan tak bisa lebih.
Pemerintah setempat menyarankan untuk mengganti nama anak laki-laki yang sekarang telah berusia tiga tahun ini. Cara ini mungkin lebih mudah namun tidak disetujui oleh kedua orangtuanya.
Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diperhatikan Orangtua Sebelum Beri Nama Anak
Memang belum banyak masyarakat yang paham soal batasan jumlah karakter dalam nama tersebut. Aturan ini sebenarnya juga bukan hal yang aneh karena negara lain juga mempraktikkannya.
Ada beberapa negara yang punya regulasi ketat soal nama bayi yang didaftarkan dan bukan hanya soal panjangnya saja.
Pemerintah Jerman mengharuskan seorang anak bisa dibedakan jenis kelaminnya hanya dengan nama depannya aja. Nama yang dipilih juga tidak boleh berdampak negatif pada kesejahteraan anak.
Warganya juga dilarang menggunakan nama belakang, nama objek atau produk tertentu sebagai nama depan.
Persetujuan soal nama tersebut diberikan oleh kantor statistik vital yang disebut Standesamt. Jika ditolak, orangtua bayi tersebut bisa mengajukan banding atau mengganti nama yang diajukan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.