KOMPAS.com - Media sosial memberikan dampak yang besar pada kehidupan maupun kesehatan mental kita.
Facebook, Instagram, Twitter dan berbagai platform lainnya sudah menjadi kebutuhan bagi banyak orang. Mereka menjadikannya sebagai sumber kebahagiaan, hiburan, informasi maupun inspirasi.
Media sosial awalnya diciptakan untuk menciptakan kesenangan berlancar di dunia maya. Namun belakangan banyak pengguna media sosial merasa tidak bahagia karena terus-menerus melihat kehidupan orang lain yang lebih bahagia atau lebih kaya.
Hal ini karena kita terus membandingkan diri dengan orang lain sehingga menciptakan perasaan negatif tersebut.
Baca juga: Dampak Buruk Membandingkan Anak dengan Orang Lain
Terapis kesehatan perilaku Jane Pernotto Ehrman, MEd, RCHES, ACHT, mengatakan media sosial menarik penggunanya ke dalam pikirannya.
“Kita menilai, membandingkan, dan melamun tentang apa yang dilihat secara online, sehingga tidak sepenuhnya menjalani hidup kita sendiri. Sebaliknya, kita terjebak dalam dunia virtual yang mungkin tidak persis seperti yang terlihat," ujar pakar asal Ohio, AS ini.
Kita disarankan untuk mampu melakukan jeda media sosial (social media break) guna menjaga kesehatan mental. Hanya saja, manfaat membatasi media sosial tidak terjadi begitu saja dalam semalam.
Setidaknya dibutuhkan sekitar tiga minggu agar kita mulai menyadari keuntungan dari waktu media sosial yang terbatas. Mengurangi kebiasaan menggunakan media sosial juga dapat menurunkan risiko depresi dan merasa kesepian.
Baca juga: Konten Media Sosial Penuh Sensasi, Miskin Esensi?
Social media break adalah proses detoks untuk menghilangkan semua pengaruh buruk yang kita rasakan.
Kita bisa melakukan jeda dengan berbagai cara mulai dari membatasi screening time, menghapus aplikasi media sosial atau unfollow sejumlah akun yang dianggap tidak berfaedah.
"Menjauh dari media sosial adalah cara yang bagus untuk mendapatkan gambaran realitas yang lebih baik," kata Ehrman.
Menurutnya, social media break baik untuk kesehatan mental dan sosial meskipun tidak harus dilakukan secara permanen. Ide utamanya adalah kita menyadari soal pentingnya rehat dari kehidupan di dunia maya itu.
Kita dianjurkan melakukan jeda media sosial ketika mulai sering membandingkan kehidupan sendiri dengan orang lain. Kita kemudian cenderung merasa tidak bahagia, tidak mampu dan tidak puas dengan kehidupan sendiri.
Jika kita sulit menyadari bahwa kehidupan tidak ada sempurna, terlepas apapun yang diunggah, maka saat untuk mengambil rehat sejenak.
Baca juga: Tips Menghindari Kecanduan Media Sosial, Going Offline Dulu, Yuk!
Media sosial dibuat sebagai hiburan sehingga tidak seharunya mencuri terlalu banyak waktu kita. Jika kita sering terjebak pada kebiasaan scrolling tanpa kenal waktu dan tempat, yang tak disadari, artinya perlu melakukan social media break segera.
Kita membutuhkan jeda dari media sosial apabila terus merasa kesal, marah dan terganggu dengan apa yang dilihat di sana. Apapun yang dibagikan, baik isu politik maupun hiburan memicu rasa tidak senang adalah tanda kita mulai merasa stres.
Baca juga: Blokir Mantan di Media Sosial, Membantu Kita untuk Move On
Salah satu kita mulai ketergantungan media sosial adalah ketika merasa cemas ketika tak bisa mengaksesnnya. Misalnya ketika ada gangguan internet, kuota habis atau Instagram down seperti beberapa waktu lalu.
Kita perlu melakukan jeda ketika merasa gatal ingin berbagi segala hal di Instagram story atau sekedar meladeni debat online di Twitter setiap saat.
Salah satu studi menemukan bahwa orang berinteraksi dengan smartphone mereka sebanyak 2.617 kali sehari. Perilaku itu termasuk scrolling, mengklik, mengirim SMS dan berbagai hal lainnya.
Tanyakan pada orang terdekat apakah kita sudah terlalu sering menghabiskan waktu di media sosial. Jika mereka mengatakan ya, segera lakukan detoks dan ambil rehat sejenak.
Apabila kita merasa wajib mengunggah semua hal ke media sosial, artinya itu sudah berlebihan. Segala hal yang dilakukan, dirasakan atau dialami harus diunggah ke internet menandakan perlunya social media break.
Baca juga: 6 Cara Mengatur Instagram demi Kesehatan Mental
Scrolling media sosial adalah hal pertama yang dilakukan ketika bangun tidur di pagi hari dan sebelum tidur di malam hari. Kebiasaan buruk itu artinya kita membutuhkan rehat karena berbagai dampak buruknya.
Hal ini dapat meningkatkan risiko stres dan kecemasan serta mengganggu kualitas istirahat kita.
Platform media sosial dirancang agar menyenangkan, interaktif, dan menjadi cara bagi orang-orang untuk terhubung. Jadi tidak seharusnya kita merasa lelah, stres dan tertekan ketika mengaksesnya.
Jika merasakan adanya perasaan negatif tersebut artinya kita butuk melakukan social media break. Pastikan sudah benar-benar terbebas dari perasaan tersebut sebelum menjadi salah satu penggunanya lagi.
Baca juga: Jangan Sepelekan! 21 Ciri-ciri Mental Breakdown dan Cara Mengatasinya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.