Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/10/2021, 06:00 WIB
Gading Perkasa,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Akibat pandemi Covid-19, kegiatan belajar mengajar siswa selama satu setangah tahun terakhir harus dilakukan dari rumah atau dikenal dengan istilah pembelajaran jarak jauh.

Hal ini memberikan dampak negatif bagi anak, seperti putus sekolah dan penurunan capaian pembelajaran.

Demikian penjelasan Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek RI Dra Sri Wahyuningsih, MPd.

Ia mengatakan fakta tersebut dalam acara Indonesia Hygiene Forum (IHF) yang diadakan PT Unilever Indonesia secara virtual pada Rabu (13/10/2021).

Baca juga: 4 Hal yang Dipersiapkan Orangtua Saat Anak Sekolah Tatap Muka

Menurut dia, guna mencegah putus sekolah dan penurunan capaian pembelajaran di berbagai daerah, langkah yang perlu dilakukan adalah mengadakan kembali pembelajaran tatap muka.

"Pembelajaran tatap muka merupakan solusi mencegah penurunan capaian pembelajaran."

Ia menuturkan, berdasarkan kajian dari badan internasional, lembaga pemerintah serta lembaga masyarakat, ditemukan terjadi penurunan capaian pembelajaran di Indonesia.

"Penurunan capaian sebesar 0,44-0,47 terhadap standar deviasi (sekitar 5-6 bulan) pembelajaran per tahun, jika dilihat dari temuan survei yang dilakukan Inovasi dan Puslitjak."

"Bayangkan jika capaian pembelajaran terjadi kemunduran sekitar 5-6 bulan, ini sangat memprihatinkan," ungkap dia.

"Analisis Bank Dunia bahkan menunjukkan adanya learning loss sekitar 0,8-1,3 tahun antara siswa yang kurang mampu dan siswa dari ekonomi mampu yang meningkat 10 persen."

"Dua data ini yang mendorong kita untuk segera melakukan pembelajaran tatap muka," ujar Sri.

Baca juga: Sekolah Tatap Muka, Begini Tips Memilih Masker yang Tepat untuk Anak

Tingkat putus sekolah di satuan pendidikan sebesar 1,12 persen dengan perbedaan signifikan antara Indonesia bagian barat dan timur.

"Angka ini 10 kali lipat dari angka putus sekolah khususnya untuk jenjang sekolah dasar tahun 2019," kata dia.

Di masa pandemi ini, ada peningkatan potensi anak putus sekolah yang didominasi oleh keluarga yang tidak mampu secara ekonomi.

Lebih lanjut Sri menjelaskan, berdasarkan analisis Bank Dunia, sebanyak 118.000 anak sekolah dasar tidak bersekolah di masa pandemi.

Angka ini lima kali lipat dari jumlah anak yang putus sekolah dasar di tahun 2019. "Kebijakan belajar dari rumah dimaknai berbeda oleh banyak pihak," kata Sri.

"Dampak atau efek pembelajaran saat pandemi sangat minimal atau tidak ada, karena kurangnya dukungan dan latar belakang pendidikan orangtua dalam pembelajaran."

"Sekalipun anak-anak sudah diberikan kebijakan pembelajaran dari rumah, satuan pendidikan di berbagai daerah tidak semuanya bisa memfasilitasi pembelajaran dari rumah dengan baik," tegas dia.

Baca juga: Sekolah Tatap Muka Bisa Kurangi Kecanduan Gawai pada Anak

Sri mencatat pentingnya orangtua dan guru untuk bekerja sama dalam memfasilitasi pembelajaran anak.

Namun karena banyak persoalan, dari sisi sarana, kemampuan dan teknologi yang dimiliki keluarga maupun sekolah, pelaksanaan pembelajaran dari rumah tidaklah mudah.

"Alhasil Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri di bawah koordinasi Kementerian PMK dan Satgas Covid-19 mengeluarkan SKB 4 Menteri."

"SKB 4 Menteri bulan Maret 2021 telah mengatur akselerasi pembelajaran tatap muka terbatas dengan tetap menjalankan protokol kesehatan," kata Sri.

"Awal September lalu kita sudah menyesuaikan SKB 4 Menteri, di mana satuan pendidikan di level 3, 2, dan 1 dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas."

Kunci keamanan pembelajaran tatap muka terbatas

Sri menekankan kepada seluruh pihak, terutama warga satuan pendidikan di bawah koordinasi Dinas Pendidikan setempat untuk menjaga protokol kesehatan ketika pembelajaran tatap muka kembali diterapkan.

Baca juga: Makin Aktif di Media Sosial Makin Jarang Ngobrol Tatap Muka?

"Kita perlu mendisiplinkan anak-anak kita agar tetap menggunakan masker dengan baik. Durasi cuci tangan juga harus kita pantau," ucap dia.

"Kita mendorong pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas sebagai solusi untuk meningkatkan capaian pembelajaran."

Ia menambahkan, penerapan prokes harus dipastikan, dan setiap pihak perlu menyadari pentingnya hidup bersih dan sehat.

"Itu merupakan kunci aman dan kunci nyaman untuk menyertai pembelajaran tatap muka di masa pandemi."

Namun, Sri melihat masih ada beberapa satuan pendidikan atau sekolah yang belum menerapkan protokol kesehatan dengan optimal.

"Saya memantau beberapa sekolah di daerah terjadi euforia. Sehingga anak-anak sekolah seperti sekolah normal sebelum pandemi."

"Anak-anak itu ada yang tidak pakai masker, ada yang berdekatan," ungkap Sri.

Baca juga: Generasi Milenial Gagap Komunikasi Tatap Muka

Ketika protokol kesehatan tidak diterapkan dengan baik di satuan pendidikan, lanjut Sri, dikhawatirkan akan terjadi cluster Covid-19 baru di wilayah sekolah.

"Perlu dukungan semua pihak untuk memantau secara intensif jalannya PTM tanpa terkecuali, baik kepada peserta didik, guru, maupun warga di sekitar sekolah."

"Tidak boleh ada tukang yang menjajakan jajanan di sekolah. Pembelajaran pun harus dilakukan secara terbatas."

"Harinya terbatas, jam dan jumlah peserta didiknya juga terbatas," cetus dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com