Kita dihadirkan dengan sejumlah dilema moral para karakternya ketika plot berkembang.
Konflik pribadi yang dirasakan semakin sulit diatasi sehingga memaksa kita mempertanyakan bagaimana akan bereaksi dalam situasi yang sama menyedihkannya.
"Dalam psikologi sosial, orang cenderung 'melebih-lebihkan pilihan moral' yang akan mereka buat dan 'meremehkan pengaruh dinamika dan kepatuhan kelompok'," kata Kambam.
Tak satu pun yang ingin percaya, kita akan memihak si penindas atau bertindak hanya untuk mempertahankan diri.
Baca juga: Nomor Ponsel Gong Yoo di Squid Game Ditawar Rp1,2 Miliar
"Namun acara seperti Squid Game meminta kita untuk menebak-nebak diri kita sendiri, dan itu menakutkan sekaligus mengasyikkan di tingkat bawah sadar,” tambah Kambam.
Selain keputusasaan dan kengerian, Squid Game juga memberikan penontonnya harapan soal akhir yang baru.
Kontestan yang berhasil bertahan dan akhirnya mendapatkan hadiahnya memicu secercah harapan dalam diri kita.
Rutledge menilai, hal tersebut membuat perjuangan kita sendiri tampak mungkin untuk diatasi.
Meski demikian, manusia pada dasarnya memang cenderung senang melihat orang menghadapi situasi sulit.
Terbukti dari tontotan Gladiator di Roma, Italia yang populer di abad-abad lalu dengan konsep yang serupa dengan Squid Game.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.