KOMPAS.com - Disfungsi seksual sering kali dikaitkan dengan pria. Padahal, wanita juga bisa mengalaminya.
Baik pria maupun wanita memiliki respons seksual normal. Pada wanita, respons seksual umumnya diawali dengan rasa keinginan, timbulnya gairah, klimaks, dan resolusi. Respons tersebut tak selalu berlangsung berurutan. Namun, jika ada tahapan yang terganggu, artinya seorang wanita mengalami disfungsi seksual.
"Disfungsi seksual sering kali dikaitkan dengan laki-laki, padahal perempuan jug bisa mendapatkan masalah yang sama."
Demikian dijelaskan oleh Dokter Spesialis Urologi Konsultan Female, Functional, & Neurology, dr Fina Widya, SpU(K) dalam webinar bersama Eka Hospital, Men's Health and Couple Clinic, Selasa (19/10/2021).
Meski angka kejadian pastinya belum diketahui. Namun, sumber literatur menyebutkan bahwa sebanyak 38-63 persen wanita mengalami disfungsi seksual.
Angka kejadian meningkat seiring bertambahnya usia dan sering dikaitkan dengan proses penuaan atau menopause.
Angka kejadian disfungsi seksual wanita juga meningkat pada individu dengan obesitas, merokok, hipertensi, memiliki masalah jantung, atau kondisi kesehatan mental.
Baca juga: Vagina Kentut Saat Bercinta, Normalkah?
Kategori disfungsi seksual pada wanita dibagi menjadi empat ranah, yakni rendahnya keinginan untuk melakukan aktivitas seksual, gangguan pada fase rangsangan, gangguan fase orgasme, dan nyeri saat berhubungan seksual.
"Untuk prevalensinya, paling banyak berkaitan dengan berkurangnya atau hilangnya keinginan untuk melakukan aktivitas seksual," papar Fina.
Ia menyebutkan, berikut empat jenis disfungsi seksual wanita yang perlu diketahui:
Disfungsi seksual wanita ini biasanya disebabkan karena masalah psikologis, seperti pernah mengalami trauma seksual, atau kondisi fisiologi, seperti berkurangnya hormon tertentu pada kondisi mendekati menopause.
Baca juga: 5 Cara Bangkitkan Gairah Istri yang Enggan Bercinta
Disfungsi seksual wanita ini biasanya ditandai dengan kurangnya lubrikasi pada fase arousal, berkurangnya sensasi pada area klitoris dan kemaluan, serta kurangnya relaksasi otot-otot vagina.
Pada kondisi ini, terjadi penurunan aliran darah ke vagina yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyakit, gangguan kolesterol, dan darah tinggi. Konsumsi obat juga bisa menjadi penyebabnya.