Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Krisis Identitas pada Anak Penyintas Kanker

Kompas.com - 24/10/2021, 20:06 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com – Menderita penyakit kronis bukan hanya berpengaruh pada kondisi fisik, tetapi juga mental seseorang. Pada anak penyintas kanker, mereka sering mengalami krisis identitas saat memasuki usia remaja.

Pengobatan penyakit kanker pada umumnya berlangsung lama, bisa lebih dari dua tahun, sehingga sebagian besar waktu pasien dihabiskan di rumah sakit atau rumah.

Selain itu, perubahan fisik juga akan terjadi akibat proses pengobatan, baik pembedahan atau kemoterapi, misalnya saja moonface (wajah bulat) karena terlalu banyak obat dari golongan steroid, atau pun amputasi yang menyebabkan kecacatan seumur hidup.

Menurut psikolog Nelly Hursepuny, meski tidak diungkapkan, krisis identitas pada penyintas kanker ditandai dengan banyaknya pertanyaan dalam dirinya.

“Mereka bingung bagaimana menghadapi selanjutnya setelah menjadi penyintas,” kata Nelly dalam acara webinar Krisis Identitas Setelah Kanker: Akui, Hadapi dan Atasi, yang diadakan oleh Yayasan Onkologi Anak Indonesia (23/10).

Baca juga: Penyintas Kanker, Feby Febiola: Menyerah sama Pasrah Itu Beda

Dengan perubahan fisik setelah pengobatan, pasti muncul pertanyaan, “Apakah saya masih bisa bermanfaat”, “Apakah saya bisa memiliki banyak teman” dan lain-lain.

“Intinya, selalu ada konflik batin dan mempertanyakan arti dan tujuan hidup,” kata psikolog dari RS Pusat Kanker Dharmais Jakarta ini.

Hambatan fisik anak penyintas kanker juga membuat mereka merasa ragu saat kembali ke sekolah, merasa tidak menarik lagi, sehingga muncul konflik batin karena malu dan menarik diri.

Nelly mengatakan, krisis identitas pada penyintas kanker juga bisa terjadi karena ada perasaan terisolasi merasa ditinggalkan dari kehidupan normal akibat menjalani pengobatan, keterampilan interpersonal kurang berkembang, serta ketakutan persisten akan kekambuhan penyakit.

Baca juga: Kenali Berbagai Gejala Kanker pada Anak, Orangtua Harus Jeli

Peran orangtua

Orangtua berperan menghadirkan pola pikir positif pada anak penyintas kanker.

“Orangtua penyintas perlu tahu saat remaja mengalami krisis identitas, dan mampu melepaskan semua beban yang tertahan di pikiran dan perasaan saat beralih menjadi penyintas,” jelas Nelly.

Untuk mengembalikan kepercayaan diri remaja, orangtua bisa mengajak anak bergabung dalam komunitas penyintas. Dengan bertemu sesama penyintas, anak bisa melihat perspektif lain dan belajar dari pengalaman penyintas.

Selain itu bantu remaja menemukan hal yang disukainya, tidak memaksakan keinginan orangtua dengan membiasakan mengambil keputusan bersama.

“Komunikasi dua arah sangat penting. Dengan dukungan penuh dari orangtua, penyintas kanker tidak harus mengalami krisis identitas,” katanya.

Baca juga: Cara Terbaik Hadapi Anak Praremaja yang Keras Kepala

Ditambahkan oleh motivator Ali Zainal Abidin, orangtua bisa mengajak anak untuk belajar melepaskan hal-hal yang berada di luar kendalinya agar tidak stres.

Hal-hal yang berada di luar kendali misalnya saja opini orang lain, tindakan orang lain, hingga segala sesuatu di luar pikiran kita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com