Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Kebiasaan dalam Pernikahan yang Jadi Pemicu Perceraian

Kompas.com - 31/10/2021, 19:05 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyak penelitian telah membantu memprediksi pasangan mana yang dapat membangun hubungan pernikahan yang memuaskan, serta pasangan mana yang penuh konflik, tidak bahagia, dan mengarah ke perceraian.

Biasanya, perbedaan latar belakang, usia, atau bahkan pendapat bukanlah alasan utama yang dapat menghancurkan suatu hubungan pernikahan.

Sebaliknya, perilaku dan bagaimana orang berkomunikasi menjadi penentu yang bisa memengaruhi kesehatan suatu hubungan.

Di antara temuan yang paling penting adalah seperangkat kebiasaan komunikasi yang dijuluki dengan "The Four Horsemen of the Apocalypse".

Baca juga: Kiat-kiat untuk Menghindari Perceraian dalam Pernikahan

Menurut psikolog dan peneliti pernikahan, John Gottman, PhD, "The Four Horsemen of the Apocalypse" adalah empat kebiasaan komunikasi yang meningkatkan kemungkinan perceraian.

Keempat perilaku tersebut adalah kritik, defensif, menghalang-halangi, dan menghina.

Gottman menyebut keempat kebiasaan komunikasi ini membuat hubungan pernikahan cenderung menjadi tidak stabil dan tidak bahagia.

Puncaknya, ada kemungkinan yang besar ikatan pernikahan itu akan berakhir pada perceraian.

Sejak 1970-an, Gottman telah mempelajari ribuan pasangan, di mana dia bersama timnya menyaksikan pasangan berinteraksi dan melacak kepuasan hubungan mereka.

Melalui penelitian ini, mereka mampu menyaring kebiasaan relasional yang membuat hubungan pernikahan hancur.

Gottman menemukan, ketika pasangan memanfaatkan kritik, pembelaan, penghalang, atau penghinaan selama masa-masa sulit mereka, ini dapat memicu apa yang dikenal sebagai "distance and isolation cascade".

Artinya, ketika pasangan menggunakan salah satu dari empat kebiasaan ini tanpa perbaikan yang berhasil dari waktu ke waktu, mereka akan semakin jarang untuk saling memenuhi kebutuhan koneksi mereka.

Tentu saja, kebanyakan orang akan menggunakan kebiasaan ini dari waktu ke waktu dalam hubungan mereka. Tak satu pun dari kita yang kebal.

Namun, kuncinya adalah bagaimana kita mengenali penggunaannya dan dengan cepat melakukan perbaikan, serta berupaya untuk semakin jarang menggunakannya.

Untuk mengetahuinya lebih lanjut, berikut sejumlah penjelasan mengenai empat kebiasaan dalam pernikahan yang dapat menyebabkan perceraian.

1. Kritik

Kritik adalah tindakan memerhatikan masalah dalam hidup atau hubungan dan mengubahnya menjadi komentar tentang kelemahan sifat karakter pasangan.

Baca juga: Orangtua Cerai, Anak Jadi Korban? Kurangi Dampaknya dengan 9 Tips Ini

Kita dapat menangkap diri sendiri menggunakan kritik ketika kita mengucapkan kata-kata "selalu" atau "tidak pernah" saat menggambarkan sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan pasangan.

Kritik berbeda dengan keluhan. Mengeluarkan keluhan adalah aspek normal dan sehat dari suatu hubungan, sebab jika tidak ada yang pernah mengeluh, maka akan ada banyak kebencian yang tidak diproses seiring waktu.

Misalnya, jika kita masuk ke rumah yang berantakan setelah seharian bekerja dan melihat dapur berantakan, kita mungkin merasa frustrasi.

Ketika kita akan mengungkapkan hal ini pada pasangan, kita mungkin akan menggunakan kritik atau keluhan.

Dari situ, kita dapat melihat bahwa keluhan berfokus pada masalah (dapur yang berantakan), sementara kritik membuat pasangan menjadi masalahnya.

Ini kemungkinan akan memulai lingkaran frustasi di mana pasangan kita akan meresponsnya dengan defensif.

Maka dari itu, alih-alih melontarkan kritik, cobalah untuk menggunakan cara-cara seperti mengekspresikan apa yang kita perhatikan, berbagi perasaan, dan menyatakan kebutuhan kita.

2. Defensif

Defensif adalah reaksi terhadap kritik yang dirasakan. Terkadang, kritik itu benar-benar ada dan terkadang itu hanya proyeksi.

Apabila kita menjadi defensif, orang lain akan percaya bahwa kebutuhan mereka tidak didengar, sehingga ini akan meningkatkan keterputusan dan bahkan mungkin meningkatkan kritik.

Ada waktu dan tempat untuk membicarakan persepsi kita sendiri, tetapi biasanya tidak pada saat seseorang mengajukan pertanyaan.

Bahkan, mungkin posisi kita cenderung tidak didengar jika kita langsung menanggapinya dengan cara ini.

Jadi, daripada bersikap defensif, cobalah mengambil tanggung jawab untuk bagian kita, sekalipun kita hanya memiliki sedikit masalah.

Kita juga dapat mencoba memvalidasi persepsi dan realitas pasangan karena kemungkinannya adalah bahwa persepsi pasangan valid dan ada bagian yang menjadi tanggung jawab kita.

Mungkin sulit untuk mengakuinya, tetapi ini sangat penting untuk fungsi relasional yang sehat.

Baca juga: Siapa yang Sering Minta Cerai, Pria atau Wanita?

3. Penghalang

Stonewalling atau penghalang persis seperti kedengarannya, yakni ketika seseorang dalam percakapan mulai bertindak seperti dinding batu.

Di mana, pasangan kita tidak peduli dengan masalah yang kita hadapi dan tetap diam selama sebagian besar percakapan atau bahkan mungkin memalingkan wajahnya.

Untuk orang suka seperti ini, kemungkinan mereka berada dalam keadaan physiological flooding yang terjadi ketika tubuh mendeteksi ancaman.

Dalam konflik, terkadang tubuh kita akan mendeteksinya sebagai ancaman lain. Artinya, tubuh dapat melepaskan hormon stres dan jantung kita akan berdebar kencang.

Bagian otak kita yang bertanggung jawab atas perilaku relasional menjadi terhenti, sehingga kita kehilangan naluri relasional seperti pemecahan masalah, humor, dan kasih sayang.

Ketika orang berada di dalam kondisi physiological flooding, mereka tidak mungkin untuk melakukan percakapan yang produktif.

Itulah mengapa penting bagi kedua orang dalam percakapan harus beristirahat saat mereka menyadari bahwa ada keadaan seperti ini.

Orang yang menghalangi perlu bekerja untuk menenangkan diri. Dibutuhkan sekitar 20 menit agar hormon stres keluar dari aliran darah.

Selama istirahat, pihak yang mengalami physiological flooding bisa melakukan latihan pernapasan dalam, pergi jalan-jalan, melakukan aktivitas yang menenangkan seperti membaca, melukis, dan lainnya.

Untuk menenangkan diri, kita membutuhkan ruang yang jauh dari konflik. Jadi, cobalah untuk tidak terus memikirkannya, menulis tentangnya, atau menelepon sahabat kita untuk membicarakannya.

Kemudian, sangat penting bahwa orang yang mengambil jeda kembali ke percakapan saat tenang. Pengembalian ini membangun kepercayaan dalam hubungan.

4. Penghinaan

Penghinaan adalah yang paling berbahaya karena ini merupakan kebiasaan yang sangat kejam dan paling buruk atau bisa menjadi pelecehan emosional.

Baca juga: Hadapi Proses Cerai, Orangtua Tetap Harus Perhatikan Perasaan Anak

Menurut penelitian Gottman, penghinaan telah terbukti menjadi indikator perceraian terbesar yang telah dikaitkan dengan masalah kesehatan bagi pasangan yang dihina, termasuk sistem kekebalan yang lebih rendah.

Penghinaan adalah kritik yang dilebih-lebihkan karena mengambil posisi superioritas satu demi satu.

Ketika orang menghina, mereka mengekspresikan ketidakpuasan mereka dengan memanfaatkan rasa malu dan sarkasme kejam untuk menjatuhkan orang lain.

Penghinaan dikembangkan melalui pemodelan atau kebencian yang sudah berlangsung lama.

Beberapa orang belajar untuk menghina karena mereka mungkin melihat orangtua mereka memanfaatkan penghinaan dalam konflik untuk meluapkan kekesalan.

Sementara bagi yang lain, penghinaan telah berkembang dalam hubungan sebagai respons terhadap kebencian atau pengkhianatan yang sudah berlangsung lama.

Alih-alih memanfaatkan penghinaan, kita harus berusaha membangun keterampilan komunikasi baru untuk membahas perasaan kesal kita lebih dalam.

Secara khusus, kita harus belajar untuk berbicara tentang diri sendiri daripada orang lain ketika dalam konflik.

Tujuan utamanya adalah untuk dapat menggunakan cara yang lebih lembut, tetapi pada awalnya kita mungkin hanya fokus untuk dapat menceritakan perasaan kita daripada menyerang orang lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com