Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/11/2021, 13:07 WIB
Anya Dellanita,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber Her World

KOMPAS.com – Di zaman serba cepat ini, kita seakan harus hidup dengan “luar biasa.”

Ya, jika di usia 20an tak punya pekerjaan tetap, pasti ada saja komentar negatif dari orang, atau kita akan dibanding-bandingkan dengan orang sebaya yang punya prestasi luar biasa. 

Dengan kehadiran media sosial yang makin mudah melihat pencapaian orang lain, menjadi orang yang standar dan biasa saja rasanya tak cukup lagi.

Kita pun dibombardir dengan saran agar sukses, misalnya dari artikel media tentang "apa yang harus dicapai sebelum mencapai usia 30", atau “kiat menjadi ibu yang serba bisa.”

Memang, semua itu inspiratif dan positif. Namun di saat yang sama, bisa membuat diri merasa bersalah karena kita hanyalah “orang biasa” yang memiliki pekerjaan standar dengan gaji yang cukup untuk hidup, dan tak mampu mengejar kesuksesan orang lain.

Baca juga: Usir Rasa Mager di Pagi Hari dengan 3 Cara ini

Padahal, menjadi orang yang biasa saja bukanlah hal buruk. Bahkan faktanya, di dunia ini ada jauh lebih banyak orang biasa dibanding mereka yang luar biasa.

Fakta sederhana ini saja sudah menjelaskan bahwa tentu saja tak apa menjadi orang biasa.

“Saat kita melihat ke topik orang luar biasa, tentu hanya ada beberapa orang yang benar-benar luar biasa dalam satu hal. Karena itu, hanya ada beberapa orang saja yang masuk kategori buruk, dan mayoritas orang berada di rata-rata. Kita dapat mengaplikasikan “kurva” ini hampir bagi semua hal, termasuk berat, tinggi, kekayaan, dan lain-lain,” ujar Dr Natalie Games, psikolog klinis di Alliance Counselling.

Psikolog asal AS Paul White juga mengatakan hal serupa, bahwa kebanyakan orang ada di tengah-tengah dan mayoritas di antaranya ada dalam batas rata-rata.

Baca juga: 9 Tanda Kamu Kurang Menghargai Diri Sendiri

Peran media dan sosial media

Salah satu faktor yang berkontribusi dalam kultur keluar biasaan ini adalah media sosial, yang terkadang melebih-lebihkan kehidupan “luar biasa” seseorang.

Namun tetap saja banyak dari kita terjebak dalam hype dan berpikir bahwa setiap orang memiliki pekerjaan terbaik, berada dalam hubungan yang paling bahagia, memasak makanan terbaik, religius, dan lain-lain. Budaya luar biasa juga diperkuat melalui akses mudah ke berita, dan kebutuhan untuk mengisi berita sepanjang waktu.

IlustrasiShutterstock Ilustrasi

Padahal menurut Dr Games, tidak ada orang yang lebih luar biasa lagi. Namun, kita hidup di dunia yang dibanjiri oleh informasi ekstrem tentang orang-orang yang melakukan dan mengatakan hal-hal luar biasa.

Ditambah lagi, kita dibombardir dengan pesan bahwa kita tidak hanya dapat menjalani kehidupan yang luar biasa, tetapi layak mendapatkannya.

Psikolog Sheryne Seah, juga mengungkapkan hal serupa. Di era ini kita terus-menerus dikelilingi oleh artikel atau gambar orang lain yang tampaknya lebih sukses, terkenal, atau dikagumi. Lalu berdasarkan jenis media yang kita konsumsi, terkadang kita memimpikan tentang apa yang diinginkan atau menetapkan diri kita sendiri pada standar yang sangat tinggi.

Sementara itu, orang lain mungkin berusaha lebih keras untuk menjadi apa yang mereka anggap “rata-rata” atau “di atas rata-rata.

Halaman:
Sumber Her World
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com