Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Orang Jadi Anti Sosial dan Terjebak dalam Perilaku "Phubbing"

Kompas.com - 22/11/2021, 19:18 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perilaku phubbing adalah bukti besarnya dampak smartphone dan media sosial pada kehidupan sosial manusia.

Phubbing adalah kombinasi dari istilah phone dan snubbing, yakni perilaku anti sosial yang cenderung merendahkan orang lain.

Pelaku phubbing biasanya lebih memilih asyik dengan ponselnya dibandingkan berinteraksi langsung dengan orang yang berada di hadapannya.

Phubbing menjadi salah satu bentuk ketergantungan seseorang pada ponsel, yang sayangnya bisa merusakan hubungan sosialnya.

Selain itu, phubbing juga tergolong buruk untuk kesehatan mental baik bagi pelaku maupun korbannya.

Pelaku akan cenderung merasa bersalah ketika menyadari kerap melakukan phubbing.

Baca juga: Mengenal Phubbing, Perilaku Anti Sosial yang Tercipta di Era Digital

Sementara itu, korban phubbing merasa diabaikan, tidak dihargai keberadaannya dan harga dirinya dilecehkan.

Penyebab terjebak perilaku phubbing

Perilaku phubbing saat ini bisa dengan mudah dijumpai di kehidupan sehari-hari.

Kita melakukannya ketika lebih memilih asyik scroll media sosial ketika makan malam bersama pasangan.

Phubbing juga terjadi ketika orangtua lebih asyik chatting atau nonton drama di ponselnya meskipun diajak anak bermain.

Orang yang malah bermain game ketika menghadiri rapat atau reuni bersama teman lama juga menunjukkan perilaku anti sosial ini.

Juhyung Sun, peneliti asal University of Georgia, Amerika Serikat mengungkapkan ada kaitan antara perilaku phubbing dengan depresi dan kecemasan sosial.

Baca juga: Mengenal Phubbing dan Efeknya Bagi Kehidupan Sosial

Orang yang depresi, maupun memiliki kecemasan sosial, cenderung lebih sering melakukan phubbing kepada teman-temannya.

Hal ini dilatarbelakangi pilihan mereka untuk lebih memilih interaksi sosial online dibandingkan komunikasi tatap muka.

Ciri-ciri kepribadian seperti neurotisisme juga memengaruhi perilaku phubbing.

"Dan tentu saja, beberapa orang yang memiliki kecemasan sosial atau depresi yang tinggi lebih cenderung kecanduan smartphone," kata dia, dikutip dari laman Science Daily.

Perilaku phubbing menyebar dengan begitu cepat seiring begitu banyaknya orang yang memiliki smartphone.

Selain itu, orang yang menjadi korban phubbing cenderung mengisi kekosongan dengan tindakan serupa, yang menjadi lingkaran setan.

Sun, yang merupakan kandidat doktor Universitas Oklahoma, menyebutkan ada beberapa alasan orang cenderung melakukan phubbing.

"Orang-orang sangat sensitif terhadap notifikasi mereka. Dengan setiap hetaran atau suara, kita secara sadar atau tidak sadar melihat ponsel kita," kata dia.

Berbagai fitur yang disediakan smartphone saat ini, termasuk cuaca, berita dan kemudahan berbelaja, juga memicu perilaku ini.

Orang-orang khawatir melewatkan notifikasi yang muncul dari ponselnya sehingga sering melakukan phubbing.

Orang berkepribadian menyenangkan jarang melakukan phubbing

Penelitian Juhyung Sun juga mengungkapkan individu dengan kepribadian menyenangkan cenderung jarang melakukan phubbing.

Orang yang memiliki keramahan sebagai ciri kepribadian cenderung menunjukkan perilaku kooperatif, sopan, dan ramah dalam hubungan interpersonal dan pengaturan sosialnya.

"Mereka memiliki kecenderungan tinggi untuk menjaga keharmonisan sosial sambil menghindari pertengkaran yang dapat merusak hubungan," kata dia.

Sun menyebutkan, orang-orang dengan tingkat keramahan yang tinggi menganggap perilaku phubbing kasar dan tidak sopan kepada mitra percakapan tatap mukanya.

Studi lain membuktikan, phubbing lebih mungkin dilakukan di hadapan tiga orang atau lebih.

Dinamika tersebut dapat memengaruhi prevalensi phubbing dalam konteks lingkungan kerja.

Sun menilai banyak orang menilai dan setuju phubbing adalah perilaku tidak sopan. Namun ironisnya masih banyak orang melakukannya, kata dia lagi.

"Mayoritas orang melakukan phubbing pada orang lain, dan dalam sebuah grup, mungkin tampak baik-baik saja, karena merasa pembicara tidak menyadari perilaku yang asyik dengan ponselnya itu."

Baca juga: 10 Tanda Kita Terjebak Perilaku Phubbing, Kenali Gejalanya

Ia menyarankan untuk mengaktifkan mode senyap atau membalik layar ponsel untuk menunjukkan rasa hormat terhadap suatu situasi dan fokus pada seseorang.

"Itu juga merupakan sinyal, saya mendengarkan apa yang Anda katakan, pertemuan ini penting dan saya fokus pada Anda," kata Sun.

Phubbing bakal semakin buruk pasca pandemi

Jennifer Samp, profesor di Departemen Studi Komunikasi, Franklin College of Arts and Sciences, University of Georgia, menilai phubbing akan cenderung lebih sering dilakukan pascapandemi. 

Saat itu, banyak pertemuan tatap muka langsung mulai lebih banyak digelar, namun orang sudah terlalu terbiasa dengan smartphone miliknya.

"Orang-orang sangat bergantung pada ponsel dan teknologi lain untuk tetap terhubung selama pandemi," kata akademisi yang merupakan pembimbing Sun ini.

Pandemi Covid-19 membuat interaksi langsung berisiko terhadap kesehatan.

Sebagai gantinya, kita dipaksa beradaptasi dengan pola daring, yang menonjolkan pola komunikasi jarak jauh.

Menurut dia, banyak orang merasa terhubung dengan orang lain lewat teks dan pesan video lebih nyaman dibandingkan interaksi tatap muka.

Hal ini tentunya akan berpengaruh pada pola interaksi sosial masyarakat dunia ketika dunia nantinya kembali berjalan normal.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com