Sementara gambar mata terbuka di badan gunung adalah simbol sikap bangsa yang tak pernah pernah terlena.
Candra, yang juga senior-editor di KPG, mengatakan aktivitas menggambar mural yang dilakukan di komplek Kompas Gramedia hanyalah suatu permulaan.
"Itu hanya kick off dari gerakan Repaint Indonesia, nantinya akan kita bawa ke berbagai kota lainnya di Indonesia," ujar dia.
Nantinya, kegiatan dengan nilai serupa akan dilakukan di berbagai kota lainnya. Khususnya di kota potensial yang selama ini jarang mendapatkan sorotan, namun kaya akan nilai sejarah, arkeologis, dan budaya.
Baca juga: Muklay Angkat Tema Lingkungan untuk Kolaborasinya dengan Lock&Lock
Sedangkan kota populer seperti Jogja, Denpasar, dan Solo akan dikesampingkan sementara untuk memberikan kesempatan pada kota lainnya di Nusantara.
Nantinya gerakan ini juga melibatkan seniman lokal di kota tujuan dari berbagai cabang bukan hanya mural.
Candra mengatakan, semua jenis seniman dipersilahkan bergabung untuk berkolaborasi termasuk seni rupa, budaya, tari dan budaya lainnya.
Di antaranya yaitu keragaman etnis, urban culture, climate change, dan keragaman pangan lokal.
Berbeda dari mural biasanya, isu politik kali ini tidak banyak disinggung.
Candra menjelaskan, hal ini dilakukan dengan kesadaran mural sesungguhnya bukan hanya sebagai sarana kritik atas isu politik.
"Mural itu ada sebagai kritik atas situasi, dijadikan sebagai alat seni lewat pop culture atau urban culture," kata dia.
Kali ini, fokusnya ditonjolkan dalam berbagai tema yang dinilai bersifat lebih kekal.
Baca juga: Cerita Jevin Julian dan Muklay Tentang G-Shock Lawasnya
Berbagai isu penting yang diusung ini juga memberikan pengaruh besar pada kemanusiaan dalam berbagai sektor.