Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Black Friday, Dulu Dicaci Sekarang Dinanti

Kompas.com - 26/11/2021, 16:31 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber History

KOMPAS.com - Momen Black Friday sekarang amat dinantikan karena berbagai diskon dan promo menarik yang ditawarkan sejumlah brand ternama.

Berbagai perusahaan berlomba-lomba memberikan penawaran menarik untuk para konsumennya. Sebaliknya, banyak dari kita rela menantikan periode Black Friday untuk berbelanja produk impian dengan harga miring.

Kemeriahan Black Friday saat ini tentu sangat berbeda dengan kondisi berpuluh tahun yang lalu.

Ketika awal kemunculannya, Black Friday dianggap sebagai hari yang menyebalkan, sesuai dengan maknanya, Jumat Kelam.

Baca juga: Mengenal Black Friday, Momen yang Dinanti Para Penggila Belanja

Sejarah Black Friday, dianggap sebagai hari yang suram

Black Friday adalah istilah yang dipakai untuk merujuk pada hari Jumat setelah perayaan Thanksgiving. Hari libur yang lazim dipakai untuk kumpul keluarga di Amerika Serikat ini dijadikan momen tepat untuk menyelenggarakan promo diskon tahunan yang menggiurkan.

Namun berpuluh tahun yang lalu, Black Friday dianggap sebagai hari yang menyebalkan dan berat untuk dilewati.

Sejarah yang berkembang, istilah Black Friday awalnya dipakai sarkasme oleh anggota kepolisian di wilayah Philadelphia, Amerika Serikat pada tahun 1950an.

Kala itu, banyak masyarakat pinggiran datang ke pusat kota saat hari libur Thanksgiving untuk berbelanja dan menyaksikan pertandingan olahraga. Kebiasaan ini memicu kemacetan dan kekecauan, termasuk perampokan, yang sulit untuk ditangani.

Akibatnya, para polisi tersebut tidak bisa mengambil cuti dan menikmati liburan Thanksgiving bersama keluarganya. Mereka bahkan harus bekerja lembur untuk mengamankan kota dan mengatur masyarakat.

Baca juga: Apa Itu Black Friday dan Dampaknya

Sejarah Black Friday yang lain berkaitan dengan krisis keuangan yang dialami oleh sejumlah pemodal AS pada 24 September 1869. Kondisi tersebut disebut dipicu oleh krisis komoditas emas akibat perilaku nakal Jay Goul dan Jim Fisk/

Dua pemodal besar Wall Street yang cukup ternama ini bersekongkol untuk membeli sebanyak mungkin emas. Konsipirasi tersebut dilakukan agar harga komoditas emas di pasar saham melonjak naik.

Ilustrasi Black FridayShutterstock/Maximmmmum Ilustrasi Black Friday

Pemodal nakal ini berniat menjual emasnya kembali ketika harganya sudah amat tinggi untuk meraup keuntungan besar.

Namun kecurangan ini akhirnya diketahui publik bertepatan pada hari Jumat di bulan September tahun itu, sehingga dijuluki Black Friday alias Jumat Kelam.

Akibatnya, harga emas anjlok yang juga berpengaruh buruk pada saham dan pasar saham.

Kondisi ini tentunya memicu kepanikan massal di kalangan pemodal sehingga banyak investor menjual emas dan sahamnya. Investor pemula sampai kelas wahid semuanya berusaha menjual asetnya agar tidak mengalami kerugian yang semakin besar.

Baca juga: Simak, Fakta-fakta Menarik tentang Diskon dan Cashback

Sejarah Black Friday lainnya yang dianggap paling kelam berkaitan dengan praktik perbudakan di AS yang masih lazim dilakukan pada 1800an.

Dikatakan bila Black Friday adalah momen liburan Thanksgiving ketika pemilik perkebunan di AS bagian selatan dapat membeli budak dengan harga diskon. Hal ini memicu transaksi budak secara besar-besaran pada hari itu.

Sejarah buruk ini pula yang memicu sejumlah pihak mengkritik praktik kemeriahan Black Friday seperti saat ini.

Namun kecaman ini dianggap lemah karena tidak dibarengi dengan bukti yang kuat, apalagi perdagangan budak sudah cukup lama dihapuskan di AS.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber History
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com