Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/11/2021, 14:47 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kemunculan mutasi terbaru Covid-19, varian Omicron memicu kekhawatiran di seluruh dunia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut varian Omicron memunculkan risiko lonjakan kasus infeksi yang amat tinggi.

Beberapa di antaranya mengkhawatirkan dampak potensialnya pada lintasan pandemi.

Namun belum ada kasus kematian yang terbukti disebabkan oleh varian yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan ini.

Sebagian kalangan cemas gejala dan risikonya akan bisa lebih parah dibandingkan varian Delta.

Penelitian pun masih terus dilakukan untuk memastikan sejumlah informasi penting, termasuk oleh raksasa farmasi seperti Moderna dan Pfizer.

Baca juga: Tangkal Varian Omicron, Moderna Siap Luncurkan Vaksin Baru Awal 2022

Varian Omicron mengandung lusinan mutasi yang diharapkan dapat mengubah cara virus berperilaku, termasuk kemampuannya menyebabkan infeksi.

Demikian pula soal kemampuan virus tersebut bertahan dari kekebalan tubuh yang telah ditingkatkan dengan vaksin maupun infeksi sebelumnya.

Antibodi melindungi terhadap virus dengan menempelkannya dan mencegahnya menginfeksi sel manusia.

Untuk melakukannya, sistem kekebalan tubuh harus mengenali bagian-bagian tertentu dari virus.

Sebagian besar antibodi Covid menempel pada salah satu dari tiga situs pada virus, tetapi semuanya bermutasi di Omicron.

Artinya, antibodi yang dihasilkan oleh vaksin atau infeksi masa lalu mungkin secara signifikan kurang efektif.

Untuk memastikannya, sejumlah ilmuwan di Afrika Selatan sendiri telah melakukan riset terhadap sejumlah vaksin Covid-10 yang saat ini tersedia.

Prof Penny Moore dari University of the Witwatersrand dan Institut Nasional untuk Penyakit Menular, Afrika Selatan mengatakan riset dilakukan dengan pseudovirus. 

"Virus tidak berbahaya dan tidak bereplikasi yang digunakan untuk memodelkan varian virus corona – akan direkayasa untuk membawa mutasi Omicron," kata dia, dikutip dari The Guardian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com