Jerawat adalah salah satu hal umum yang terjadi di wajah kita. Akan tetapi, beberapa orang menganggap jerawat sebagai bahan olokan yang tanpa disadari dapat menyakiti perasaan para pejuang jerawat.
Seseorang dapat memiliki kondisi jerawat yang berbeda-beda, baik itu ringan atau parah. Akan tetapi, kondisi itu cukup meresahkan karena dapat menurunkan kepercayaan diri penderitanya.
Menurut catatan studi dermatologi kosmetika dalam penelitian Saragih dkk (2016) penderita jerawat di Indonesia meningkat 10 persen dari tahun 2008 menjadi 90 persen pada 2009.
Prevalensi tertinggi berkisar antara 83—85 persen yang terjadi pada perempuan berumur 14—17 tahun. Sementara itu, pada pria berumur 16 - 19 tahun berkisar antara 95 - 100 persen.
Pemicu timbulnya jerawat dapat berasal dari banyak hal, antara lain genetik, aktivitas hormonal, stres, aktivitas kelenjar sebasea yang hiperaktif, kebersihan, makanan, serta penggunaan kosmetik dan produk perawatan kulit wajah.
Dari banyaknya pemicu, penderita jerawat kerap kali menerima rundungan karena diperkirakan memiliki pola hidup yang tidak sehat. Padahal, belum tentu asumsi itu benar.
Perilaku perundungan terhadap penderita jerawat disebut dengan acne shaming. Acne shaming adalah respons negatif, baik verbal atau nonverbal kepada penderita jerawat.
Menurut hasil survei dari Kompas.com, sebanyak 58 persen responden mengaku pernah menerima komentar buruk secara verbal, seperti diejek atau dicemooh.
Sementara itu, untuk nonverbal, sebanyak 38 persen responden pernah dicemooh dengan gestur, tatapan, dan ekspresi wajah yang menunjukkan rasa jijik.
Banyak orang yang ternyata masih belum dapat memahami bahwa acne shaming adalah tindakan yang buruk. Alih-alih membantu menyembuhkan, mereka cenderung mengejek sehingga membuat penderita tertekan. Mirisnya, hal ini lebih sering diutarakan oleh orang terdekat.
Ujaran-ujaran itu ternyata dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental penderita. Menurut penelitian Dunn dkk (2011), jerawat sangat memengaruhi kondisi psikologis penderita sehingga dapat menimbulkan kecemasan yang berlebihan sampai muncul keinginan untuk bunuh diri. Kondisi-kondisi tersebut dapat diperburuk jika penderita terus merasa tertekan dengan lingkungan sekitarnya.
Tak menutup kemungkinan penderita akan lebih fokus pada komentar-komentar buruk daripada menangani jerawatnya.
Mereka juga akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain sehingga timbul rasa stres yang berlebihan. Akhirnya, jerawat pun akan semakin banyak muncul karena kondisi mental yang tidak sehat.
Kondisi itu kemudian dapat memengaruhi kualitas hidup, kepercayaan diri, dan suasana hati penderita. Karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan mendukung bahwa mereka sedang berjuang melawan jerawatnya.
Selain ucapan secara langsung, ujaran kebencian di media sosial juga dapat mengganggu penderita jerawat. Pada masa sekarang media sosial dapat digunakan oleh siapa saja sehingga banyak yang tidak dapat memfilter unggahannya.