Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tusuk Konde Patri Tiup, Warisan Budaya yang Hampir Punah

Kompas.com - 14/12/2021, 21:44 WIB
Gading Perkasa,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kemajuan peradaban yang begitu cepat mengorbankan banyak aspek dalam kehidupan, termasuk warisan budaya leluhur.

Salah satu warisan budaya leluhur yang semakin terlupakan adalah tusuk konde patri tiup.

Bagi masyarakat Jawa, tusuk konde merupakan aksesori penting yang berfungsi sebagai hiasan sanggul.

Aksesori ini senantiasa digunakan wanita Jawa ketika menghadiri berbagai acara.

Lalu sebenarnya, apa itu tusuk konde patri tiup?

Tusuk konde patri tiup adalah kerajinan tangan berbentuk hiasan sanggul asal Kotagede, Yogyakarta.

Sesuai namanya, proses pembuatan tusuk konde ini menggunakan tangan (handmade) dengan metode patri, kemudian ditiup.

Bonfilio Yosafat, founder Nusantara Documentary menjelaskan proses di balik pembuatan tusuk konde patri tiup.

Nusantara Documentary membuat video dokumenter pengrajin tusuk konde patri tiup, bekerja sama dengan manufaktur sepeda motor India, Royal Enfield.

"Pembuatan tusuk konde ini menggunakan metode patri tiup. Metode patri sendiri ada gembosan, ada tiup."

Demikian kata Bonfilio dalam pemutaran video dokumenter "Generasi Terakhir Pengrajin Tusuk Konde Patri Tiup" yang digelar secara virtual pada Selasa (14/12/2021).

"Patri tiup merupakan warisan leluhur pertama yang digunakan masyarakat Kotagede untuk membuat tusuk konde."

Pak Bardian membuat tusuk konde patri tiup di Kotagede, YogyakartaBonfilio Yosafat Pak Bardian membuat tusuk konde patri tiup di Kotagede, Yogyakarta
Dalam video dokumenter itu, Bonfilio menjelaskan, tusuk konde dibuat dari lembaran kuningan dengan menggunakan cetakan yang sudah ada.

Begitu lembaran kuningan tercetak, bagian tangkai dan lembaran tusuk konde kemudian disatukan dengan cara meniup plong agar tercipta kobaran api.

Di Kotagede Yogyakarta, Pak Bardian merupakan generasi terakhir pengrajin tusuk konde patri tiup yang masih tersisa.

Pak Bardian dalam video tersebut menjelaskan teknik byar pet untuk membuat tusuk konde patri tiup.

"Byar pet itu adalah teknik mengolah napas saat meniup plong dalam pembuatan tusuk konde. Hembuskan napas, tarik napas," sebut Bonfilio.

"Api tidak boleh terus memanasi patri, tetapi harus ada jeda dalam proses penyambungan."

"Proses yang dilakukan Pak Bardian memang harus menggunakan 'rasa' untuk menghasilkan tusuk konde yang luar biasa," imbuh dia.

Pada zaman dulu, sambung Bonfilio, semua wanita Jawa membutuhkan tusuk konde sebagai penghias sanggul ketika ingin menghadiri acara-acara adat.

"Namun ketika saya diskusi dengan Pak Bardian, wanita yang menggunakan tusuk konde zaman sekarang sudah sangat jarang," tuturnya.

"Untuk saat ini hanya penari tradisional Jawa yang menggunakan tusuk konde untuk acara tarian tradisional."

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Nusantara Documentary (@nusantara_documentary)

Lebih lanjut menurut Bonfilio, ia merasakan adanya dilema dalam diri Pak Bardian untuk terus berlanjut sebagai pengrajin tusuk konde patri tiup atau berhenti.

Apalagi, teman-teman Pak Bardian sesama pengrajin tusuk konde patri tiup sudah tiada.

"Lik Warsito sudah meninggal, terus Lik Wir juga sudah nggak ada," kata Pak Bardian dalam video dokumenter tersebut.

"Pak Bardian sempat vakum tiga tahun karena beliau sakit stroke, sebelum akhirnya bisa mengerjakan tusuk konde lagi," terang Bonfilio.

Namun, Pak Bardian tetap berniat untuk terus melanjutkan kerajinan hiasan sanggul ini.

"Kesabaran, ketulusan, dan keikhlasan Pak Bardian dalam membuat tusuk konde patri tiup semoga dapat menginspirasi generasi muda untuk mengingat warisan budaya leluhur mereka," kata Bonfilio.

Video dokumenter "Generasi Terakhir Pengrajin Tusuk Konde Patri Tiup" dari Nusantara Documentary merupakan bagian dari kampanye sosial #LeaveEveryPlaceBetter Royal Enfield.

Kampanye ini bertujuan mempromosikan budaya berkendara secara bertanggung jawab dan mendorong pengendara sepeda motor Royal Enfield agar berkendara dengan tujuan baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com